Senin, 30 Mei 2016

Satu Cerita

Suatu waktu di jogja, satu cerita
Untuk dikenang tiap simpang
Bilangan berkurang, tujuh menjadi enam
Satu, ya satu kawan
Satu yang bernyali seribu
Anak suku musang tak pernah takut
Ditanganmu impian tiap lelaki
Dikakimu takdir berlari
Seringai yang membekas dalam ingatan
Dan dia satu, ya satu darah kawan
Lalu kematianpun satu

Sabtu, 28 Mei 2016

Dan Aku Untukmu

Dan aku menunggumu hingga larut, bercumbu di kala tahajud. Sesaat untuk terbang, sesaat untuk pagi datang.

Dan aku terus merindumu dengan hati berparut. Bertinju dengan takut untuk duduk berlutut. Sesatan meminta lagi, sesatan tak mau henti.

Dan aku mencintai sampai mati. Duduk menunggu diantara bangkai mereka yang mati. Siasat melawan peri, siasat melarung caci.

Semarang

Satu malam
Dua roda berputar
Tiga jasad yang dingin
Disana cinta lagi bertempat

Kucari dia
diantara lampu lampu disimpang lima
Tetapi dingin begitu kelam
Tujuan perjalanan
Tak kutemukan

Pukul delapan seorang berjanji
Rindu sunyi bulan september
Dua telapak, jari bertautan
Tetapi tak lagi satu

Di lawang sewu kupanggil namamu
Gema diantara dinding
Rupanya hanya tengah malam
menanti di situ

Lalu kemana
Lembaran dalam buku sejarah itu
Didepan prasasti gang lombok
Hio telah padam

Bayangku Sendiri

Ada bisik mencekam
Bayang yang berbicara
Dia yang tiba setelah gelap
tentang arah yang hilang
Karena memunggungi matahari

Dia bukan dersik
Katanya ia adalah aku
Dan kami berkejaran
Dunia yang bola
Tak kemana-mana

Gelagak di dada
Tatkala keledai katanya
Dengan seikat rumput dimulut
tak bisa merenggut
Tak mungkin bisa

Kini peluh tlah berlipat
Ia adalah aku
Dan kami berkejaran
Bayanganku sendiri
Tak henti berlari

Layang-layang Putus

Dimana mimpimu jatuh sayang
Biar kuurai
Biar puisiku memudar
Dimana aksara kita tersangkut di waktu yang kusut
Untukmu sayang,
Aku datang dengan galah di tangan
Untuk hati yang rapuh,
Layang-layang yang putus di tanganku

Ada Kamu

Ada detik
Ada dengung
Ada nafasmu
Dan kikis malam di kaca jendela
Lalu doaku sendiri
Supaya embun tak perlu jatuh
Dan kamu tetap lelap
Dibalik tabir, dalam jarak
Ada disana

Kota

Di kota ini, banyak orang
Banyak sekali
Tak kukenal, tak perlu kukenal
Teka-teki kubistik, diantara garis
aku terselip
Ada banyak tiang
Ada banyak sudut
Aku tak mau sendiri
Aku mau luka yang perih
Aku mau luka basah merah
Aku mau kamu di pelintasanku
Sejenak ini adalah permainan
Kau adalah garis yang kupotong,
dan memotongku
Hingga sebuah ruang kan tercipta diantara kita
dan orang-orang
Dan kota

Aku Ingin Berdenting

Aku ingin berdenting
Gotri yang bising di atas piring
Mencuri sesaat waktumu
Yang bukan untuk aku

Mengapa Bersembunyi

Dik, gerbangnya terkunci
Dengarlah aku mengetukngetuk jeruji
Dik, mengapa sembunyi
Padahal aku membawakan cinta untukmu

Monolog Rindu

Sayang,
waktu terus berputar. Demikianlah katakata menjadi membosankan. Kerinduanku adalah ketelanjangan kanakkanak pada makna. Dan aku bertanya dengan lugunya: apakah artinya ini?

Ah kekanakan, katamu.

Malam yang berbeda,  dunia kitapun sama. Sementara hati yang lain, makin pudar dalam semarak cinta.

Sayang,
kau dan senyummu, dan gerakmu yang manja, dan kisah putri di menara kayu, dan lobster merah penjagamu, dan bibirmu, dan pinggulmu, dan ratapanku kala pagi tiba.

Bolehkan aku menjadi sebutir batu diantara kakikaki lobster merah itu?

Kutuklah aku, karena aku mulai mengutuki kelahiranku sendiri. Sumpah serapah dan caci maki, tetap hanya sunyi.

Cemburu

Aku adalah sebutir air hujan yang jatuh di tepian tabik, yang cemburu pada jeram, yang tak pernah tau hendak menuju kemana.

Genggam Derita

Katamu, semua sama
Aku terluka
Kataku, kau tersenyum
Angin panas melantun di padang gersang
Disana asaku ilalang
terbakar
aksaraku menjadi abu
Semua sama
Ketidakwarasan yang menjelma
derita kugenggam

Cantik

Cantik

Diatas jalanan waktu terpecah
Aku dan aroma aspal di badanku
Tak mungkin memilikimu
Meskipun ingin,kulitmu wangi

Minggu, 15 Mei 2016

Detik Yang Hilang Esok Malam

Ada detik yang hilang dari jam
Jatuh bersama hujan esok malam
Angka yang tak kutemukan
Di lubang toilet
    laci-laci kurcaci
    saku-saku aku
Benci yang tak kau katakan
dalam bilangan
dalam huruf-huruf
yang jatuh pada detik sebelum hujan
Entah yang mana
Entah bagaimana
Rindu harus kusiapkan sehabis hujan

Museum Masa Depan yang Tak Pernah Ada

( setelah Baudrillard dan sebelum lupa ) Anak-anak berjalan ke dalam hutan yang disusun dari piksel dan janji manis algoritma. Pohon-pohon...