Monolog Rindu

Sayang,
waktu terus berputar. Demikianlah katakata menjadi membosankan. Kerinduanku adalah ketelanjangan kanakkanak pada makna. Dan aku bertanya dengan lugunya: apakah artinya ini?

Ah kekanakan, katamu.

Malam yang berbeda,  dunia kitapun sama. Sementara hati yang lain, makin pudar dalam semarak cinta.

Sayang,
kau dan senyummu, dan gerakmu yang manja, dan kisah putri di menara kayu, dan lobster merah penjagamu, dan bibirmu, dan pinggulmu, dan ratapanku kala pagi tiba.

Bolehkan aku menjadi sebutir batu diantara kakikaki lobster merah itu?

Kutuklah aku, karena aku mulai mengutuki kelahiranku sendiri. Sumpah serapah dan caci maki, tetap hanya sunyi.

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)