Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Kerangka Mencari Keadilan

Di dalam sepetak kubur diantara pepohonan jati. Tulang-tulang menggeliat. Sudah tiba waktunya mereka kembali menjadi satu terikat kuat oleh sendi-sendi yang baru. Dendam begitu pekat pada mereka yang mati tidak wajar. Amok yang terhisap keseluruh sum-sum dan urat saraf. Malam itu bintang tak nampak, terlalu gelap bagi bulan untuk bersinar. Di batang pohon jati tonggeret berhenti bernyanyi. Matanya awas mengamati tulang-tulang berjalan gontai ke arah timur. Musang bersembunyi di bawah kayu tua, tak tahan mencium bau anyir menjijikan yang tiba-tiba tersebar diudara. Nampak dari beberapa pakaian yang masih dikenakan sosok-sosok itu, sebagian besar dari mereka adalah petani. Juga terlihat beberapa kerangka yang mengenakan kain merah terikat di leher. Tepat tengah malam rombongan kerangka itu bertemu dengan rombongan kerangka dari kuburan masal yang lain. Lalu bertemu kembali dengan rombongan-rombongan lain dan menjadi suatu rombongan besar kerangka manusia. Orang-orang mematikan lampu ruma...

Kucing Kecil

Kucing kecil itu masih lapar. Kucing kecil hanya mengeong. Kucing kecil dibelakang kerumuman. Kucing kecil yang kasihan. Semoga dia tidak mati karena perih keputusasaan di lambungnya.

Kucing Kecil

Gambar
Kucing kecil kelaparan Kucing kecil kesepian Kucing kecil kedinginan Kucing kecil berjalan jauh Kucing kecil bercupang hitam Bercinta setengah jalan Lalu dibuang ke trotoar

Lamunan Mengambang

Gambar
Aku lamunan mengambang Melayang tipis Terantuk legam Tertambat pada kantuk hitam Pada suatu titik di dalam peta Ujungku tersimpul kupu-kupu Seutas tambang Hanya jemari Merambat sepanjang punggung malam Menelurus, menciumi Ingin kembali asal si lubang jalang Aku cemburu Asyik bercumbu, hati belati tajam

Tidur Siang

Dibawah atap logam tipis yang lebih mirip oven menjelang lebaran, seorang laki-laki tertidur. Seperti adonan kue kering lidah kucing diatas loyang, laki-laki itu terlentang diatas hamparan tikar bertelanjang dada.  Dia tidak nampak peduli dengan udara panas di bilik kayu beratap seng itu, meski keringat berkilap basah di badannya. Renyah, gurih, dan manis. Bukankah demikian impian di siang bolong? Jadi siapa pula perlu peduli. Bahkan jika dia bermimpi buruk seperti harga gabah yang tiba-tiba jatuh lalu dengan terpaksa dia menghitung ulang penjualan hasil panen di kolong rumah, dia tidak mengatakan apa-apa dalam tidurnya. Perlahan-lahan seorang perempuan menaiki tangga kayu di depan rumah kayu itu. Ia nampak berhati-hati melangkah, namun derik sambungan kayu lantai tidak bisa dia sembunyikan dibalik bungkusan plastik hitam yang ia bawa. Di teras rumah atas perempuan itu sedikit mengintip melalui jendela, sesaat nampak ingin mengetuk dan memanggil nama seseorang tapi diurungkannya. A...

Ulat Bulumu

Kaca jendela itu bergetar. Kuperhatikan baik-baik, lalu telingaku menangkap suara gemuruh. Nadanya naik turun bergelegak seperti asam lambung seekor     mahluk raksasa kelaparan. Aku tidak berbohong, suara itu benar-benar seperti keluar dari rongga perut. Katamu aku hanya lapar. Aku memang lapar, tapi dari sorot matamu yang melecehkan membuatku lebih merasa muak daripada lapar. Lalu aku berseru kepadamu, coba gunakan imajinasi sedikit. Aku sudah muak menghitung tiap tetes solar lalu berapa kubik tanah pada setiap detik dan setiap menit. Empat bukit di perbukitan Pangkajene sudah kuhitung tiap butirnya. Kau malah tertawa. Ingin kupukul kepalamu dengan as roda. Tapi kurasa sia-sia menghabiskan napas berlari kebengkel lalu kembali ke kantor ini hanya untuk memukulmu. Belum terhitung kaloriku yang hilang saat menyeret as roda sepanjang jalan. Lalu kantor ini di lantai dua, berarti aku akan turun dan naik lagi. Aku mendengus karena kesal, tapi sama sekali tidak miri...

Lara & araL Avianti Arman

Lara dibalik Aral, permainan nama yang aku kagumi dari Avianti Arman hingga kuingat-ingat terus dalam hal penamaan. Dua nama saling bercermin itu telah menceritakan isi, setidaknya memberikan gambaran bagaiaman penokohan akan berjalan. Dimana secara luar biasa hal-hal itu tersembunyi sampai akhir cerita. Korelasi subjek dengan subjek cerminan imajiner tanpa dialog melainkan tindakan penjelasan visual, bagaimana "luka" menproyeksikan diri pada "masalah"-Hal seperti ini yang membuat otakku berhenti saat membacanya. Belum lagi soal mimpi "sementara aku masih bermimpi berburu babi." Adakah komparasi lain yang lebih sempurna seperti ini?. Saya kagum.

Perkara Mimpi Semalam

Mimpi macam apa semalam? aku tidak mengerti bagaimana objek-objek itu secara visual bisa muncul dalam scene dalam tidurku. Bahkan kurasa skalanya nyaris sempurna, seperti mimpi yang kemarin dulu. Kuakui  ada keinginan yang kuat untuk berdamai dengan keduanya, setidaknya untuk diriku sendiri. Kuharap keduanya pun begitu, meski ini hanya mimpi. Konyol sekali.

Merantau

"Sesiapa pergi dari kampungnya untuk merantau. Dia sudah dianggap mati oleh sesiapa yang mengenalnya. Hanya kenangan dan harapan yang tertinggal disana, juga di dalam buntalan perbekalan yang dibawa. Sedikit demi sedikit itu semua akan habis." Aku terdiam membaca ini, meski hatiku bertarung tak menerima. Menurutku ini sama sekali tidak benar, mereka dan aku masih hidup. Harapan dan kenangan akan tetap hidup selama kami hidup. Tetapi sebagian kecil mengatakan kalau itu benar, dan perlawanan ini hanyalah romantisme yang tak lama akan menguap bersama terik mentari.

Langit Menangis

Gambar
Langit menangis Aku dan mata Menangkapi air mata Tercurah Seluruhnya Mungkin lenganku gelas Atau kakiku kertas Langit masih menangis Mata dan luka Mengurai serat serat luka Terbuka Seutuhnya Mungkin kepalamu cadas Atau rambutmu klaras Langit tetap menangis Luka dan kata Menjahit lembaran kemeja Terkait Sejadinya Mungkin hati kita cemas Atau rasa kemarau merangas