Pernikahan Ilalang



Di tepi ladang yang lupa namanya,
angin berbisik tentang dua ilalang
yang menari tanpa tahu kapan harus berhenti.
Mereka bersandar pada gelombang musim,
menyeka debu di mata dengan bayangan sendiri.

Tak ada undangan,
hanya kumbang dan belalang yang datang,
mengamini sumpah sederhana:
aku akan berdiri di sisimu,
bahkan saat dunia lupa menamai kita bunga.

Mereka tidak butuh cincin,
karena akar telah lebih dulu saling menggenggam.
Mereka tidak butuh janji,
karena angin selalu mengulang kata-kata
yang tak perlu diucapkan.

Di bawah langit yang tidak memilih siapa harus dicintai,
dua ilalang itu tumbuh bersama,
membiarkan waktu menjadi saksi,

dan sunyi menjadi restu. 

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)