Tetes Embun di Ujung Mata Ibu



Ibu menyimpan pagi di sudut matanya,
seperti embun yang menahan diri
sebelum jatuh ke tanah.

Ia tak pernah tergesa menangis,
bahkan saat dadanya penuh sesak
oleh doa-doa yang tak kunjung terkirim.
Kesabarannya meluas seperti subuh,
tak tampak, tapi selalu datang.

Di ujung matanya, ada waktu yang bersabar,
menunggu lelah menjelma teduh,
menunggu lapar menjadi cukup.

Tak ada yang lebih sunyi dari lelah yang tak terucap,
tak ada yang lebih sabar dari ibu
yang menyimpan luka dalam senyum.

Maka, sebelum embun itu jatuh,
sebelum pagi beranjak pergi,
biarkan aku belajar darinya—
bagaimana menunggu tanpa kecewa,

bagaimana mencintai tanpa meminta kembali. 

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)