Perjalanan di Atas Rel
Kita berdiri di dalam gerbong yang terlalu penuh
di antara wajah-wajah yang lupa bagaimana rasanya pagi tanpa tergesa
jendela kereta menghafal nama-nama yang kita lupakan
sebuah kota yang terus bergerak meski tak pernah benar-benar tiba.
Aku melihat lelaki yang membaca koran yang tak lagi berbau tinta
seorang ibu yang menggenggam tangan anaknya lebih erat dari doa
seorang perempuan yang menempelkan dahinya ke kaca
dan melihat dirinya sendiri di antara bayang-bayang peron.
Bogor selalu menitipkan hujan di ujung mata penumpangnya
dan Jakarta selalu menunggu dengan jantung yang lebih bising
kita semua adalah sisa-sisa malam yang tak cukup tidur
menjadi angka dalam perhitungan keterlambatan yang berulang.
Ada yang turun, ada yang naik
ada yang membawa cerita, ada yang kehilangan alamat
kereta melaju, seperti hidup yang tak pernah benar-benar berhenti
meski kita berharap sesekali bisa diam, sekadar untuk bernapas lebih lama.
