Tiga : Jarak

Kenapa?  kenapa lagi?
Tidak ada apa-apa
Bosan?
...
Hayah
Hehehe memangnya tidak boleh?
Seperti biasa kan, kamu membuat dirimu kesepian
Ah
...
Kenapa?
Kamu tidak bosan dengan sikapmu sendiri? Sudah bertahun-tahun begini terus
Masa-masa sabath..hehehe
Omong kosong, mati sana
Sialan
...
Dia sedang apa ya?
Sibuk katanya
Oh, sibuk terus?
Mana aku tahu, kenapa masih dipikir terus? sudahlah
Tidak apa-apa
Memang mau bicara apa kalau ada kesempatan?
Entah, tidak ada topik
Ya sudah
Tadi Ismail datang, waktu masih dikantor
Tumben, ada apa?
Awalnya aku tidak tahu, dia agak aneh kemarin tiba-tiba mengirim pesan menanyakan kabar.
Tidak biasanya, ada sesuatu di hatinya?
Iya aku sudah curiga setelah aku baca pesannya
Apa isi pesannya?
Basa-basi, tapi kamu tahu kan kalau dia bukan tipe yang suka menanyakan kabar orang
Memang ada sesuatu sepertinya, jadi waktu ketemu tadi keluar semua?
Entah semua atau belum, tapi pastinya dia kesepian
Kan sudah menikah, kesepian apa?
Bukan, bukan soal pasangannya tapi seperti butuh teman mendengar saja
Keluarga? Uang? Bukannya gajinya bagus
Dua-duanya, kasihan. Aku cuma tidak habis pikir, ada saja ya orangtua yang bersikap tidak wajar apalagi soal uang
Sensitif
Ya, orangtuanya kan sudah pensiun
Minta dikirimi begitu?
Begitu, tapi kan Ismail juga punya hidupnya sendiri. Istrinya ada, anaknya juga ada, dan lagi pula seumur kita juga tidak berentang jauh soal penghasilan. Kamu tahulah, menghidupi anak istri bukan perkara sepele
Jadi Ismail tidak mengirimi uang orang tuanya?
Mengirim, tapi tidak sesuai yang diharapkan. Jadinya ribut, aneh kan?
Kan orangtua sekalipun juga harus lihat kondisi anak ?
Nah itu kan idealnya, kalo memang seperti yang kamu bilang tentu masalahnya tidak muncul kan.
Kalau soal uang pasti merembet kemana-mana
Ismail sudah keluar dari rumah orangtuanya, menyewa tempat terpisah untuk anak dan istrinya.
Masih ribut?
Masih, tapi lebih baik daripada istrinya ikut terseret masalah runyam
Mundur untuk maju ya?
Semoga ada kemajuan, kalau urusan keluarga kan bisa bertahun apalagi soal sudut pandang kirim-mengirim uang begini. Kasihan dia, sepertinya benar-benar kesepian dikepung keluarganya begitu.
Sakit pastilah, semua orang yakin kalau hanya keluargalah yang layak dipercaya. Tapi kalau sebaliknya, ah aku tidak bisa membayangkan terjadi pada kita.
Tapi kurasa dia tahu itulah harga yang harus dibayar, kamu tahu kan soal dia menolak perjodohan?
Walau bagaimanapun seharusnya lebih menghargai pilihan anak
...
Hahaha, sensitif yang barusan ya?
Tidak juga sih
...
Pergi menjauh sering menjadi jawaban
Bukan jawaban, tapi menunda saja
Banyak masalah yang hanya selesai dengan berjalannya waktu, bukan dengan rekonsiliasi
Jadi mau dipukul rata saja?
Tidak juga, tapi kalau memang diluar kemampuan untuk diselesaikan, bisa apa? Katakanlah kita punya itikad baik, tapi jika pihak lain tidak berkenan bagaimanapun sulit.
Biarkan menggantung, tinggalkan saja
Begitulah
Lantas mengapa masih kamu ingat-ingat dia?
...
Hahaha
Lebih baik memikirkan masa depan, pekerjaan baru
Pastinya bukan soal uang kan, aku kenal kamu sangat baik tidak peduli dengan uang
Bodoh, aku sangat peduli
Oh ya?
Aku ingin punya pekerjaan yang membuat berkembang pengalaman, ilmu, dan tantangan buat diri sendiri
Biarpun gajinya tidak layak?
Biar
Nah kan, benar kataku tadi
Hahaha
Sesuatu yang bermakna?
Iya, tapi mengerikan juga karena bukan hanya kita yang butuh. Perlu memikirkan orang lain juga sekarang, tidak bisa egois
Apa gunanya tanpa makna?
Entahlah
Dulu kamu tidak terlalu peduli-kan ke dia, karena pikirmu tidak ada makna..eh lebih tepatnya takut kalo ternyata sesuatu
Sesuatu apa?
Iyakan?
Maksudmu?
Makna, arti..paham?
Kode-kode absurd, dasar bodoh pembicaraan macam apa ini
Pembicaraan yang tidak perlu lagi dibicarakan, kata ajaibnya “saling memahami bahkan sebelum terucap”
...
Kenapa diam?
Itu idealis, karena kenyataannya tidak begitu. Harapan-harapan kosong, semacam itulah
Memang kalau ada kesempatan dan kita jadi menemuinya, apa yang mau kamu katakan?
Tidak ada, pasti kikuk..apalagi nanti kalau tidak ramah, tidak tahulah
Apa tujuannya?
Mungkin, minta maaf
Salah apa?
Banyak, mungkin banyak
Bodoh, kamu sendiri tidak tahu
Kita tahu kok, cuma tidak dirumuskan baik..pastinya kita sudah jahat, ya kan?
...
Kenapa kamu sekarang yang diam?
Benar, aku tidak benar-benar tahu..tapi, apa cukup berharga?
Sekarang kamu mulai menilai-nilai orang, cih
Tidak-tidak, seperti tadi yang kita bicarakan jangan-jangan tidak akan menyelesaikan apa-apa
Setidaknya kita beritikad baik
Tidakkah kita terlalu berbesar rasa?
Agak angkuh ya? Benar sih, aku juga merasa begitu..jangan-jangan terlalu percaya diri
Angkuh?
Ya kan?
Tidak yakin sih, tapi sudahlah lupakan. Biarkan pergi dan mari kita juga menjauh
...
Kenapa lagi diam?
Tidak,tidak apa-apa
Ya ampun, kita cuma punya setengah dan sudah kita berikan yang semua yang tersisa meski cuma setengah itu, tapi kamu tahu sendiri dia berharap pada yang satu yang entah sekarang mungkin sudah dia dapat.
...
Bangunlah, untuk apa sih lebih rumit lagi aku rasa sudah sangat jelas. Yang berharga yang tersisa sudah kamu berikan, tapi apa balasannya? apa itu makna yang kamu cari?
Kita sepertinya berbeda pendapat, aku kamu rumit. Kadang kita sependapat, bertolak belakang, tak bicara, dan rumit.
Tapi kenapa mengemis? Kamu terhanyut dalam permainan bodoh!
Anak kecil, kasihan. Dia cuma haus, yang tidak dia mengerti apa untuk melegakannya
Itu kan katamu saja
Aku mau dia berhenti, lingkaran itu merupa labirin tak berujung.
Itu seperti drama, tapi ia seolah berkata hanya pada kita.
Aku percaya
Aku tidak, aku mau berhenti saja. Tunggu saja, tunggu saja waktu biarkan pergi
Bagaimana kalau dia tidak pernah kembali?
Biarkan saja mati, bukankah itu maunya
Kita harus tetap menemuinya!
Ya, tapi hanya jika ingin ditemui
Bagaimana kalau tidak? Aku takut
Sudah-sudah, sudah runtuh
Kita akan membangunnya lagi
Tidak
Ya

Astaga!

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)