Sekilas Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil adalah salah satu dari tiga sektor penting dalam masyarakat, bersama-sama dengan pemerintah dan bisnis. Sebagai salah satu unsur terpenting proses demokratisasi
di Indonesia, kekuatan dan kelemahannya menentukan baik kecepatan maupun kedalaman transisi dan kelak, pada waktunya, akan membantu menopang sistem demokrasi itu sendiri.
Masyarakat sipil memiliki sebuah sifat paradoks, yaitu bahwa ia dapat menjadi sebuah aset sekaligus sebuah ancaman bagi demokrasi. Menurut pandangan-pandangan yang ada mengenai masyarakat sipil, organisasi-organisasi masyarakat sipil memelihara kepercayaan dan timbal balik di antara rakyat, membuat mereka lebih “sipil” dalam tindakan-tindakan politik. Pada kenyataannya, masyarakat sipil juga membangkitkan organisasi-organisasi yang kegiatannya dapat bersifat antidemokrasi dan antitesis terhadap demokrasi.
Yang terakhir dapat terlihat dari kekerasan antar masyarakat di daerah-daerah. Ada dua sisi persoalan bagi masyarakat sipil: Untuk yang pertama, masyarakat perlu memastikan organisasi-organisasi dan perhimpunan-perhimpunan bekerja demi kontribusi positif kepada masyarakat  dan untuk terlibat dalam proses konsolidasi demokrasi. Di lain pihak, masyarakat  sipil harus berusaha mencegah pecahnya organisasi-organisasi menjadi faksi-faksi yang saling bertarung, ataupun bekerja dengan cara-cara yang tidak cocok dengan norma-norma dan praktek-praktek demokrasi, ataupun  membahayakan perdamaian, keamanan, dan harmoni.
Pranata-pranata masyarakat sipil sekarang sedang direformasi dan diperkuat kembali. Tetapi ke arah mana hal ini akan membawa organisasi-organisasi sipil, yang sangat kritis terhadap pemerintah di masa lalu? Ada dua agenda utama yang kini perlu dikejar secara simultan. Pertama, harus diambil langkah-langkah untuk menciptakan kembali ruang bagi pembangunan aktif pranata-pranata masyarakat sipil dan organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk memajukan dan memperkuat demokrasi. Ketika pemerintah dan organisasi-organisasi masyarakat sipil melakukan agenda yang sama, maka peran organisasi masyarakat sipil adalah mendukung dan memperkuat kemampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis. Kedua, dan pada saat yang sama, perlu kewaspadaan terus-menerus untuk menjamin bahwa pranata-pranata masyarakat sipil ini tidak menyimpang dari tujuan mereka yaitu mendukung demokrasi, dan organisasi-organisasi masyarakat sipil sungguh-sungguh mengembangkan demokrasi dan bukan faksionalisme, ekstremisme, atau kepentingan perseorangan. Dengan kata lain, mereka sebaiknya mewakili masyarakat sipil secara keseluruhan,  bukan berbicara atas nama masyarakat demi memajukan kepentingan mereka sendiri, pribadi atau lembaga.
Peran paling berharga dari organisasi-organisasi masyarakat sipil saat ini adalah memberdayakan masyarakat sehingga mereka dapat berkumpul satu dengan yang lain dengan cara yang mendorong demokrasi dan pemerintahan yang baik. Fungsi yang paling baik bagi asosiasi maupun yayasan yang dapat dijalankan pada masa transisi ini adalah membantu masyarakat untuk membawa aspirasi mereka agar diperhatikan para pemimpin negara, dan juga membantu menyalurkan aspirasi-aspirasi ini dalam cara yang dapat memajukan demokrasi dan pemerintahan yang baik. Saat ini, hanya sedikit masyarakat Indonesia yang berdaya: yaitu mempunyai kemampuan mengorganisasikan diri mereka sendiri menjadi kelompok sosial, profesional, atau kelompok-kelompok yang memperjuangkan hak-hak rakyat yang bersifat mandiri, untuk membela kepentingan perseorangan mereka, atau anggota masyarakat, atau untuk yang lainnya. Tapi ruang sekarang sudah terbuka bagi organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk berkembang. Inti dari masyarakat sipil harusnya adalah pemberdayaan masyarakat dan usaha membantu mereka mengakses hak-hak mereka. Pemerintah, birokrasi, dan organisasi-organisasi masyarakat sipil seperti ornop semua dapat memainkan peranan penting, tetapi yang hakiki adalah kemampuan mereka bersimpati pada dan siap menghadapi kondisi-kondisi lokal. Hal ini kontras dengan kebijakan rezim Orde Baru terhadap ornop yang seringkali memaksakan model sentralistis, seolah-olah didasari atas praktek-praktek hirarki Jawa, yang sebenarnya tidak tepat diterapkan di luar Jawa. Satu contoh dari ini adalah sistem lurah (kepala desa) yang tidak sama dengan praktek lokal di Aceh yang menerapkan sistem konfederasi pengambilan keputusan lokal. Perkumpulan masyarakat dan ornop merupakan sarana penting agar masyarakat sipil dapat berkembang dan pranata-pranatanya diperkuat. Keduanya akan menjadi penting untuk memperkuat dan memberdayakan masyarakat, baik di tingkat lokal di mana mereka dapat menjamin bahwa keputusan-keputusan yang dibuat berasal dari bawah, dan untuk menjamin bahwa masyarakat juga dapat memberi masukan pada tingkat pengambilan keputusan tertinggi. Ciri-ciri budaya yang dapat dilihat sebagai penghambat juga memainkan perannya dalam pembangunan masyarakat sipil dan pemberdayaan di Indonesia, dan ciri budaya yang paling tidak membantu adalah rasa hormat berlebihan dan subordinasi terhadap yang berkuasa. Perubahan pendidikan, pemerintahan daerah yang lebih responsif, dan semakin bertambahnya media yang independen seharusnya dapat meningkatkan jumlah dan tingkat individu-individu yang bersikap kritis dan berpikiran bebas, yang kemudian akan memberikan sumbangan positif bagi perdebatan dalam masyarakat.Membuat kuat masyarakat sipil dan pemberdayaan juga akan memperkuat ide egalitarianisme, yang penting untuk menyadarkan seluruh masyarakat bahwa mereka merupakan bagian dari masyarakat dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka sendiri.

Kecakapan Manajemen Dan Organisasi
Organisasi-organisasi masyarakat sipil, baik asosiasi dan ornop, seringi dipandang sebagai organisasi yang dijalankan berdasarkan pribadi daripada misi dan kepentingan, dan ini berpengaruh pada keanggotaan dan rekrutmen dan program-program yang mereka jalankan. Hal ini juga berdampak pada reputasi organisasi-organisasi serupa itu dalam hubungannya dengan masyarakat dan pemerintah, dan pada kesiapan masyarakat atau organisasi-organisasi setempat untuk mendukung pekerjaan mereka.
Ada dua bagian dalam masalah ini. Pertama berkaitan dengan pengelolaan  (governance)  dalam organisasi: siapa yang menjalankan, siapa yang memiliki, dan tanggung jawab siapa. Bagian kedua adalah manajemen organisasi: apakah efisien dan efektif dan apakah mempunyai dampak atau tidak.Secara umum disepakati di banyak negara, dan ditetapkan dalam hukum Indonesia, bahwa organisasi-organisasi yang dibangun oleh masyarakat sebaiknya memiliki dewan pengurus yang tidak secara pribadi memperoleh manfaat dari organisasi dan yang menuntun kerja para manajer dan stafnya. Dewan Pengurus juga orang-orang yang bertanggung jawab atas organisasi. Prinsip ini berlaku hanya sekadar tempelan saja di Indonesia dan banyak organisasi dijalankan oleh staf mereka.Pada banyak organisasi masyarakat sipil yang berdasarkan misi sering terjadi pengabaian terhadap kecakapan manajemen profesional,  akibat buruk dari budaya bisnis atau pemerintah yang sering dicemooh. Hasilnya sering berupa organisasi-organisasi yang berkomitmen dan punya antusiasme besar tapi tidak bisa diperlihatkan benar-benar telah berprestasi banyak dalam usaha mewujudkan tujuan mereka.

Memperbaiki Kecakapan Advokasi
Sejak awal era transisi yang mengikuti jatuhnya Soeharto, baik asosiasi dan ornop telah melibatkan diri mereka sendiri secara luas dalam apa yang disebut advokasi. Hal ini mencerminkan keinginan mereka untuk mendobrak hambatan-hambatan yang dibangun oleh Orde Baru dan desakan bagi terwujudnya pranata masyarakat sipil dan pemerintahan yang lebih baik. Di satu sisi pendirian energik ini berarti demonstrasi tiada henti, sementara pada sisi yang lain ini menimbulkan perkembangbiakan kertas-kertas kerja akademik. Seperti dinyatakan di awal makalah ini, peran yang paling berguna bagi organisasi-organisasi masyarakat sipil adalah mendukung dan memperkuat pemerintahan yang memperkuat pranata-pranata masyarakat sipil, dan untuk selalu waspada supaya pranata-pranata masyarakat sipil tidak menyimpang dari tujuan pro-demokratis mereka. Hal ini menghendaki organisasi-organisasi sipil membangun keahlian yang luas di luar pelayanan jasa sederhana di satu sisi, dan berteriak asal-asalan di sisi lain. Organisasi-organisasi perlu mengetahui bagaimana mendidik diri mereka sendiri mengenai isu-isu pemerintahan dan pembangunan dan mereka harus sanggup menganalisis kebijakan dan memikirkannya dari persepektif kaum miskin dan tidak berdaya. Mereka harus dapat mengucapkan secara jelas tujuan mereka, untuk membangun koalisi masyarakat dan organisasi masyarakat yang kuat dan untuk memahami bagaimana membuat argumentasi mereka baik kepada masyarakat dan tempat-tempat keputusan dibuat. Karena satu dari langkah-langkah paling progresif yang dijalankan dalam masa transisi adalah desentralisasi kekuasaan pemerintahan dan sumber daya kepada daerah-daerah, organisasi-organisasi masyarakat sipil perlu memahami bagaimana bekerja di bawah struktur baru ini sekaligus di tingkat nasional – yaitu, dengan DPRD I pada tingkat propinsi dan DPRD II pada tingkat kabupaten atau kota, dan juga dengan DPR.

Peran Media Dalam Pemberdayaan Masyarakat Sipil
Media merupakan salah satu lembaga demokrasi dan masyarakat sipil yang terpenting. Namun, media dikontrol secara ketat selama Orde Baru. Karena itu, kebebasan pers sekarang yang berdasarkan UU Pers 1998 adalah pengalaman baru yang kadang-kadang membawa persoalan-persoalan baru. Di waktu lalu, pemerintah mengontrol pers dengan menekankan “tanggung jawab” pers kepada masyarakat. Sekarang, pers itu sendiri harus mendefinisikan tanggung jawab ini. Dalam kebebasan pers yang baru ditemukan ini, adalah tugas setiap wartawan Indonesia untuk menghadirkan kebenaran selama memungkinkan dan obyektif. Tidak semua wartawan berkerja sesuai dengan standar yang tinggi ini. Beberapa siap menuliskan apa pun yang diinginkan oleh mereka yang mampu membayar, sementara tidak semua wartawan mempunyai akses bebas terhadap informasi dan saluran-saluran ke sumber-sumber informasi seperti itu. Kebebasan media tidak dapat hidup tanpa akses yang bebas terhadap informasi. Walaupun ada undang-undang yang menetapkan kebebasan informasi, terdapat beberapa pembatasan juga, terutama tentang akses ke badan-badan pemerintah. Persoalan-persoalannya ada pada pegawai-pegawai pemerintah yang mendua mengenai penyediaan informasi. Mereka enggan memberitahukan dan menerapkan undang-undang itu karena mereka telah lama diajarkan untuk menjauhkan informasi dari masyarakat dan sekarang mereka tiba-tiba diperintahkan untuk memberikan akses terbuka terhadap informasi. Tetapi dari perspektif pegawai pemerintah, membagi informasi berarti membagi kekuasaan. Karena itu penting sekali seluruh pihak yang terlibat mengakui hak-hak masyarakat terhadap pengetahuan dan informasi lebih penting daripada hak-hak pemerintah untuk menahan informasi. Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui apa yang pemerintah sedang lakukan dan rencanakan. Salah satu syarat yang paling penting dari media dalam demokrasi adalah kerangka peraturan yang menjamin kebebasan pers dan akses terhadap informasi dan mengatur hubungan antara wartawan dan pemilik media. Terdapat dua pilihan: undang-undang pers yang baru dapat diajukan yang memperkuat kebebasan pers, atau menjamin kebebasan pers yang dapat dimasukkan ke dalam konstitusi.

Peran Pendidikan dalam Pemberdayaan Masyarakat Sipil

Selama Orde Baru, pendidikan sipil dalam sistem sekolah formal dan melalui lembaga-lembaga pendidikan masyarakat diarahkan untuk mendukung keabsahan pemerintah melalui doktrin yang berasal dari atas ( top down ). Sekaranglah saat untuk memperbaiki pengajaran yang memiliki doktrin seperti itu untuk menghasilkan masyarakat yang kritis dan demokratis. Penting untuk mengganti unsur-unsur pendidikan sipil yang lalu itu, seperti Pendidikan Moral Pancasila, Sejarah Nasional, dan Pendidikan Kewiraan, dan mendorong subyek-subyek yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan yang penting bagi masyarakat sipil, seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan umum. Juga penting untuk mengajukan perbaikan atas versi sejarah nasional Indonesia yang selama ini diterima. Hal ini hanya dapat terjadi setelah proses diskusi yang ekstensif, dalam proses yang diatur secara hati-hati dan partisipatoris, untuk menjamin bahwa silabus yang baru merupakan gambaran yang seimbang dan peka terhadap budaya, agama, etnik dan komposisi daerah Indonesia.

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)