Anak dan Klarifikasi Nilai

ANAK DAN KLARIFIKASI NILAI
            Dalam praktek pembelajaran, klarifikasi nilai itu dapat  diterapkan dalam bentuk penganalisaan terhadap nilai-nilai baik yang faktual maupun
rasional dengan mempertimbangkan  plus minus dari nilai-nilai yang ada  terhadap problema nilai, sehingga nantinya semua analisa nilai ini akan membantunya membuat suatu moral judgment yang memuat nilai yang terbaik yang didapatkannya melalui kesadaran dirinya sendiri, tidak atas pakasaan dari luar dirinya.[1] 
            Dari uraian di atas terlihat bahwa pembelajaran penumbuhkembangan nilai-nilai moral melalui klarifikasi nilai sangat menekankan pada
pembentukan kemampuan anak itu sendiri dengan kecerdasannya  menelaah persoalan- persoalan nilai moral baik yang tengah hidup di dalam masyarakat  maupun yang pernah ada di dalam kehidupan dengan menganalisa  plus minus dari konsekuensi problematika nilai-nilai moral tersebut, sehingga melahirkan keputusan moral yang bertanggung jawab dan penuh kesadaran diri tanpa paksaan dari luar.
            Kaitannya dengan interaksi sosial anak dengan dunia lingkungannya sebagai proses penting dalam pembentukan  perkembangan moral anak seperti diutarakan di atas, melalui klarifikasi nilai ini akan menjadikan anak didik memiliki sikap kritis dalam menghadapi dinamika interaksi sosialnya. Kemampuanya seperti memilih dan memilah, memahami dan mengeksplorasi dari beragam konsekuensi nilai-nilai moral yang telah didapatnya melalui klarifikasi nilai, sedemikian rupa menjadikannya mampu menetapkan mana nilai-nilai moral yang terbaik  bagi kebaikan dan kehormatan dirinya.
            Anak akan selalu berhati-hati dan kritis terhadap nilai-nilai yang berlangsung dalam interaksi sosialnya, baik  pada  kondisi yang memang diciptakan untuk melahirkan nilai-nilai moral maupun pada kondisi-kondisi dilematis moral yang dihadapinya. Dari karakteristik klarifikasi nilai yang berupaya menumbuhkan kecerdasan intelektual anak didik  untuk mampu  melahirkan suatu keputusan moral yang terbaik, sekalipun dalam situasi nilai moral yang sangat dilematis dan problematik, dapat dikatakan merupakan keuntungan yang sangat memungkinkan tumbuh kembangnya nilai-nilai moral dalam diri anak secara sadar dan penuh rasa tanggung jawab. Karena melalui strategi klarifikasi nilai ini, nilai-nilai moral yang diambilnya merupakan hasil diskusi kritis internal dirinya dengan beragam kemungkinan konsekuensi  yang ditimbulkan dari berbagai alternatif nilai dihadapannya. Sedemikian rupa hasil dari pencarian seperti ini  akan melahirkan sikap  tanggung jawab dan kesadaran diri bagi anak untuk mengaktualisasikan  nilai-nilai moral hasil pilihanya dalam perilaku senyatanya. Bahkan  nilai moral seperti ini akan semakin memperteguh kepercayaan dirinya untuk mengimplementasikannya dalam kehidupannya., karena nilai-nilai moral yang didapatnya bukan datang dari otoritas di luar dirinya yang adakalanya sangat represif dan dominatif, tetapi datang dari kesadaran dirinya  baik terhadap nilai-nilai  yang dimilikinya maupun nilai-nilai moral milik orang lain.[2]




[1] Untuk pemahaman lebih lanjut lihat umpamanya Fritz K. Oser  “Moral Education and Values Education: The Discourse Perspective” dalam Merlin C. Wittrock (ed),  Handbook of Research on Teaching Mac Millan Publishing Company, New York, 1976, hlm. 932. Lihat juga   Sidney B. Simon dan Polly de Sherbinin “Values Clarification: It Can Start Gently and Grow Deep” dalam  Harvey F.Clarizio et all., (ed)  Comtemporary Issues in Educational Psychology, Allyn and Bacon, Inc., Boston, 1977,  hlm. 64-70.
[2] Jack R. Fraenkel,  How to Teach about Values: an Analytic Approach,  Prentice-Hall, Inc, New Jersey, 1977, hlm. 45

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)