Suatu Hari di Hutan Yang Tidak Ada
Suatu hari,
anak-anak masuk ke hutan yang hanya ada di buku cerita.
Hutan itu beraroma layar kaca,
dan jejaknya terbuat dari iklan-iklan yang dilupakan.
Mereka membawa kompas
yang hanya tahu arah viral.
Mereka tidak mencari rumah,
mereka mencari sinyal.
Seekor rusa muncul,
matanya seperti logo aplikasi.
Ia bicara dalam subtitle,
dan setiap langkahnya menghasilkan suara efek dari YouTube.
Anak-anak bertanya,
“Apakah kau benar-benar rusa?”
Rusa itu tertawa,
“Tidak. Aku hanya versi yang kalian inginkan.”
Ada sungai,
tapi airnya tidak mengalir, hanya buffering.
Ada pohon,
tapi daunnya mengucapkan promo terbatas
dan disukai oleh lebih dari seribu pengguna.
Anak paling kecil duduk di atas batu.
Ia memejamkan mata.
Ia mencoba mengingat suara ibu.
Yang datang justru jingle iklan susu rendah gula.
Di dunia ini, kata Baudrillard,
tidak ada yang palsu karena tidak ada yang asli.
Yang ada hanya salinan dari salinan,
pantulan dari pantulan.
Anak-anak mengangguk,
mereka mengerti.
Karena bahkan dongeng pun
harus bisa dijual.
Ketika malam datang,
bintang-bintang menyala lewat proyektor.
Mereka tak lagi menggantung di langit,
tapi di langit-langit mal.
Dan para anak itu,
yang pernah belajar merangkak dari lantai rumah,
kini belajar berjalan
di lantai toko virtual.
Di hutan yang tidak ada,
yang tersisa hanya dua hal:
kamera yang merekam semuanya,
dan suara hati yang direkam terlalu pelan
untuk dikenali siapa pun.
“Kenapa tidak pulang?” tanya sebuah bayangan.
Seorang anak menjawab:
“Karena dunia nyata tak cukup cantik untuk dijadikan latar belakang.”