Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Museum Masa Depan yang Tak Pernah Ada

Gambar
( setelah Baudrillard dan sebelum lupa ) Anak-anak berjalan ke dalam hutan yang disusun dari piksel dan janji manis algoritma. Pohon-pohon terbuat dari cuplikan iklan, dan burung-burung bersiul dalam suara notifikasi. Seekor kelinci melompat keluar dari feed Instagram, ia membawa jam, tapi bukan untuk menunjukkan waktu— melainkan tren terbaru. Di hutan ini, setiap daun adalah layar, setiap ranting adalah antena. Dan angin yang berhembus membisikkan slogan, bukan doa. Anak-anak bermain petak umpet dengan sesuatu yang disebut realitas . Mereka mencari-cari kenyataan di balik filter kecantikan dan bingkai #nofilter. Satu anak bertanya: "Apakah sungguh ada dunia di luar kamera?" Kawan-kawannya tertawa: "Kenapa harus ada, kalau yang ini lebih bisa disukai?" Seekor serigala muncul dari balik billboard transparan. Ia sudah tidak berbulu. Hanya tinggal brand. Ia tak menggigit, ia hanya menawarkan kontrak kerjasama. Anak paling kecil tersandung k...

Suatu Hari di Hutan Yang Tidak Ada

Gambar
Suatu hari, anak-anak masuk ke hutan yang hanya ada di buku cerita. Hutan itu beraroma layar kaca, dan jejaknya terbuat dari iklan-iklan yang dilupakan. Mereka membawa kompas yang hanya tahu arah viral. Mereka tidak mencari rumah, mereka mencari sinyal. Seekor rusa muncul, matanya seperti logo aplikasi. Ia bicara dalam subtitle , dan setiap langkahnya menghasilkan suara efek dari YouTube. Anak-anak bertanya, “Apakah kau benar-benar rusa?” Rusa itu tertawa, “Tidak. Aku hanya versi yang kalian inginkan.” Ada sungai, tapi airnya tidak mengalir, hanya buffering . Ada pohon, tapi daunnya mengucapkan promo terbatas dan disukai oleh lebih dari seribu pengguna. Anak paling kecil duduk di atas batu. Ia memejamkan mata. Ia mencoba mengingat suara ibu. Yang datang justru jingle iklan susu rendah gula. Di dunia ini, kata Baudrillard, tidak ada yang palsu karena tidak ada yang asli. Yang ada hanya salinan dari salinan, pantulan dari pantulan. Anak-anak mengangguk, mer...

Anak-Anak yang Bermain di Hutan Hiperrealitas

Gambar
Seorang anak bertanya kepada pohon: “Apakah kau sungguh pohon? Atau hanya papan reklame yang menyamar jadi daun?” Pohon menjawab dengan sunyi, daunnya gugur jadi emoji. Di hutan ini, burung-burung berkicau dengan notifikasi. Dan jamur tumbuh dari sinyal Wi-Fi . Anak-anak tertawa, memotret bayangan sendiri lalu menyebutnya: kenangan . Kita semua pernah jadi anak yang percaya bahwa Disneyland adalah kota suci, dan Elsa lebih nyata dari ibu sendiri. Bahwa cinta bisa diringkas dalam durasi 15 detik, dan duka bisa dilewati asal ada filter yang pas dan lagu latar yang catchy . Di bawah langit CGI, seekor kelinci plastik berlari, meninggalkan jejak di tanah augmented reality . Ia sedang dikejar serigala yang tak lapar, hanya ingin ditonton, di- like , dan di-ulang. Seseorang pernah bilang: “Imam agung postmodernisme” tinggal di ujung hutan ini. Namanya Baudrillard. Ia bukan peri. Bukan monster. Bukan penyihir. Ia cuma anak yang tumbuh dewasa dan kecewa karena duni...