Tidakkah indah
sepanjang bunga padi berbulir nanti
menguning menjelma merang
dihempas hujan, cokelat dan subur
Kita lahir di tanah ini, saudara
di antara himpit batu-batu candi
dan ibu adalah doa yang murni
Sekawanan kita terikat
sawah sehabis panen
hidup mesti berguna, kata mereka
dan kita sepakat tentang cinta:
Rasa sakit yang sepadan karena mengingini
kecewa, berharap, dan terus menyeret hidup
ke segala penjuru. Air ialah berkat, kau tahu
Seperti ilalang memeluk hujan
dan tetap kalah di mata sabit
bagaimanapun juga, mengabu adalah akhir
melompat ke dalam api menjadi suci
Kita anak-anak bumi, saudara
menghijaulah sampai nanti
Minggu, 15 April 2018
Dalam Perjalanan Kereta Api
Setiap kali pulang, kita menulis ulang kenangan. Dari waktu ke waktu, menjadi cerita yang berbeda. Kadang selamat pagi, sudah sejauh apa? Selebihnya cukup diam.
Jumat, 13 April 2018
Di Simpang Jalan
sepekan kepulangan: mengunci kotak pos
pekerjaan sia, tak adapun siapa
sejenis berpura-pura si petualang tak berumah
katanya, kolong langit adalah rumahku
katanya, di hadap moncong senjata
aku meneguk kopi. katanya, waktu sungguh
beracun: tak seorangpun kemanapun, katanya
pekerjaan sia, tak adapun siapa
sejenis berpura-pura si petualang tak berumah
katanya, kolong langit adalah rumahku
katanya, di hadap moncong senjata
aku meneguk kopi. katanya, waktu sungguh
beracun: tak seorangpun kemanapun, katanya
aduhai bujang dalam setiap menunduk dagu
setapak demi setapak merupa gerak parut kelapa
pada bola mata. terang bukan rumah, katanya
berpalinglah di simpang jalan
setapak demi setapak merupa gerak parut kelapa
pada bola mata. terang bukan rumah, katanya
berpalinglah di simpang jalan
Kamis, 05 April 2018
Simfoni Sunyi
Sepanjang pesisir selatan berombak
sepi menyusur liuk jalanan sempit
Motor tua, beroda dua tapi sendiri
seperti kerikil kapur rasa sakit
seperti pepohon jati yang jarang daun-daunnya
Perjalanan ini seperti berserakan
seperti kering tanpa air tawar bukit-bukit
rindu di dadaku. Aku mencintaimu
menggapai sepi, nelangsa sendiri
knalpot dan logam yang kedinginan oleh angin
Aku suka bau garam di udara
garam yang melekat di jaket dan ingatanku
akan engkau terawetkan seperti ikan asin
seperti mayat yang tak berkurang
tetap tak hidup. Kupikir isi kepalaku
akan dilelang seperti terasi, seperti
desa-desa miskin yang dikunjungi turis
dan tetap miskin sebagaimana hidup
adakah engkau dibalik jendela-jendelanya?
adakah engkau hilang dan abadi tiada?
dalam sepi ini aku memelukmu dan segala sesuatu.
sepi menyusur liuk jalanan sempit
Motor tua, beroda dua tapi sendiri
seperti kerikil kapur rasa sakit
seperti pepohon jati yang jarang daun-daunnya
Perjalanan ini seperti berserakan
seperti kering tanpa air tawar bukit-bukit
rindu di dadaku. Aku mencintaimu
menggapai sepi, nelangsa sendiri
knalpot dan logam yang kedinginan oleh angin
Aku suka bau garam di udara
garam yang melekat di jaket dan ingatanku
akan engkau terawetkan seperti ikan asin
seperti mayat yang tak berkurang
tetap tak hidup. Kupikir isi kepalaku
akan dilelang seperti terasi, seperti
desa-desa miskin yang dikunjungi turis
dan tetap miskin sebagaimana hidup
adakah engkau dibalik jendela-jendelanya?
adakah engkau hilang dan abadi tiada?
dalam sepi ini aku memelukmu dan segala sesuatu.
Langganan:
Komentar (Atom)
Museum Masa Depan yang Tak Pernah Ada
( setelah Baudrillard dan sebelum lupa ) Anak-anak berjalan ke dalam hutan yang disusun dari piksel dan janji manis algoritma. Pohon-pohon...
-
Pertama kali mendengan tentang ikan Ronga dari teman kerja, rasa penasaran
-
IBADAH SEPANJANG USIA kalimatkalimat yang kauucapkan berguguran dalam sahadatku. inilah kidung yang digumamkan! berapa putaran dalam se...
-
It feels lighter to me now that I said it. Yes, I know I make a lot of mistakes, but I also do the best I can. My hope: that s...



