Sungaiku Hilang

{Sungaiku Hilang;Oretan Kenangan Tentang Lampung}

Saat aku tiba di tanah nenek moyang ini, kucari dimana sungaiku tapi tak kutemukan. Tidak di hulu, tidak pula di hilir.

Sungai disini berair terlalu bening dan berbatu, ini semua bukan sungaiku. Sungaiku berpasir dan tak pernah bening. Sungai dimana ikan-ikan tak bersisik dengan sungut panjang berenang di dasarnya. Perenang-perenang handal dengan badan yang liat. Arus dan banjir dataran sudah biasa. Tetapi disini ikan-ikan begitu lemah. Bahkan ada yang begitu lemahnya sampai kukira diludahi saja mati.

Ikan itu dipanggil orang dengan nama Mas, entah apa yang berharga atau ini hanya tentang seorang kakak laki-laki. Akupun tak tahu, yang kutahu tentang nama seseorang hanyalah Mujair yang setelah pindah ke Sulawesi berganti nama menjadi Jabir. Tapi apalah arti sebuah nama apabila ia bisa hidup dimana saja, bahkan menjadi siapa saja seperti Mukidi. Tapi tidak dengan ikan Mas, dia tak kan bertahan hidup di sungaiku.

Lalu orang-orang malah ikut memanggilku Mas. Apakah aku selemah itu, diludahi saja mati?

Orang-orang juga malah tertawa saat kuminta mereka memanggilku Abang, katanya aku tak berwarna merah. Tapi aku tidak mengerti, yang kutahu rambutku hitam lurus dan kulitku berwarna sawo matang.

Jatuhlah air mataku, sungaiku tiada lagi dan kini orang memanggilku dengan nama sejenis ikan. Apakah aku pergi terlalu jauh dan tak mungkin kembali pada sungaiku? Ah sial, aku terlanjur berjanji pada seorang gadis untuk kembali dan bersamanya mencelupkan kaki di tepian dangkal sungaiku nanti.

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)