Sampah-sampah dan Lalat

Menurutku kita sama. Pusaran yang sama tanpa kelindan keindahan, hanya lalat. Hijau, berkilapan. Matanya merah.

"Mas?"
"Mati saja" seharusnya kujawab begitu. Tetapi malah "Ya", biarpun kutaktahu apa maunya hanya hati berharap cemas.

Tapi aku hanya sampah, yang kau buang. Lalu kau dibuang orang seperti sampah. Penggenapan, aku ingin tertawa sekaligus menangis.

"Kamu tak pergi tapi juga tak kan kembali, dan kau semakin membenciku. Sama, aku tidak tahu. Hanya hati masih hangat dari sisa api terpadamkan." Pesan ini-pun hanya kau baca, entah apa. Tapi kau bilang semakin membenciku.

Soal ini, hanya berarti aku tak salah: Aku layak dibenci, dibuang seperti sampah. Tetapi apakah kamu juga layak, aku tidak tahu. Barangkali dendam.

"Kenapa kita tidak kembali, dalam keadaan yang layak yang tak bisa kita buktikan apa-apa yang lebih baik dari ini."

Lalat-lalat hijau berputar diatas tubuh kita. Hijau, dan ekor hitamnya masa depan yang entah apa. Hari-hari suram, hati-hari yang kutahu masih kita pelihara.

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)