Sabtu, 27 Februari 2016

Untuk Malam Untuk Pulang

Logam sejajar pelintasan tujuan, beberapa harus pergi dan sebagian harus pulang. Berjajar rapi di antrian, tidak seorangpun ingin tertinggal. Aku mengerti betapa teriknya mentari, karena mataku sakit. Aku mengerti betapa teriknya mentari, karena hatiku sakit. Hanya malam yang menyembunyikan kecacatan, melayakkan dalam kegelapan yang membutakan. Maka akupun turut dalam antrian, untuk malam untuk pulang.

Museum Masa Depan yang Tak Pernah Ada

( setelah Baudrillard dan sebelum lupa ) Anak-anak berjalan ke dalam hutan yang disusun dari piksel dan janji manis algoritma. Pohon-pohon...