Tentang Wakil Rakyat, Kampus, dan LGBT

Dia bicara moral yakni moralnya sendiri: moralnya yang ada di selangkangannya. Maka saya kira kepalanya ada diselangkangan (lebih baik udang dengan kotoran dikepala yang innocent). Karena otaknya di selangkangan, dia bicara dengan selangkangan tentang selangkangan dan tentang hal-hal berkenaan selangkangan.
Orang seperti dia membawa kampus masuk pada perkara selangkangan, kelak dunia pendidikan diajak bersandar pada selangkangan. Satu fakultas akan tercipta: "Selangangkanologi". Bidang minatnya pada selangkangan, hukum selangkangan, klasifikasi selangkangan, statistik selangkangan, ilmu tafsir selangkangan, dan sastra selangkangan. Ujian masuk kampus adalah tes selangkangan, dan kelulusanpun di uji dari selangkangan oleh sekelompok pengajar selangkangan. Kelak sarjana yang lulus adalah sarjana selangkangan, pencipta selangkangan, karyawan korporasi selangkangan, politikus selangkangan, orang tua selangkangan yang melahirkan anak-anak selangkangan.
Bangsa ini kelak menjadi bangsa selangkangan, bekerja untuk selangkangan, makan untuk selangkangan, korupsi untuk selangkangan. Bukankah mudah menipu orang yang hanya berpikir tentang selangkangan? Beri saja selangkangan maka dia akan lupa segalanya. Atau ceritakan tentang surga selangkangan, maka ia akan taat dan beriman karena selangkangan dengan selangkangan.
Lucunya salah satu Universtas yang membawa nama bangsa ini di nama besarnya menunjukan minat pada selangkangan dengan mengambil keputusan berdasarkan selangkangan. Saya kira lebih baik nama nama Indonesia diubah menjadi selangkangan.
Tapi saya berharap itu semua tidak terjadi.

(Sebuah tanggapan pada pernyataan Ketua MPR dan Menteri Riset dan Teknologi yang melarang LGBT masuk kampus sekitaran Januari 2016)



Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)