Satu : Omong Kosong
Sudah-sudah,
sudah runtuh
Bagaimana
kalau dia tidak pernah kembali?
Biarkan
saja mati, bukankah itu maunya
Tapi
sudah pernah aku mengemis, untuk berhenti, begini saja, menunggu waktu
Dia
pergi kan? Tak ada jawabnya?
Ya, tapi
entahlah
Bodoh,
kenapa mengemis?
Kamu
tahu kan, aku kamu rumit. Kadang kita sependapat, bertolak belakang, tak
bicara, dan rumit.
Tapi
kenapa mengemis? Kamu terhanyut dalam permainan bodoh!
Anak
kecil, kasihan. Dia cuma haus, yang tidak dia mengerti apa untuk melegakannya
Itu kan
katamu saja
Aku mau
dia berhenti, lingkaran itu merupa labirin tak berujung.
Ya
akupun mau itu, tapi kamu terlalu jauh
Munafik,
kamu tahu sendiri apakah kita bernafas waktu itu. Saat ia selalu bicara tentang
orang lain, ini, itu, bagaimana ia membuang waktu dan berakhir seperti itu.
Itu
seperti drama, tapi ia seolah berkata hanya pada kita.
Aku
percaya
Aku
tidak
Bodoh,
lalu apa itu kepalan tanganmu waktu itu? Tembok yang kamu pukul malam itu,
membuatku repot pagi harinya.
Aku cuma
Sesak?
Ya
Nah,
lalu kamu mulai menyalahkanku
Dia
layak mendapat yang lebih baik dari kita!
Dan
mulai menyuruh-nyuruh dan menawarkan orang-orang lain lagi? Jahatnya kamu
menjerumuskan dia makin jauh ke labirin itu.
Aku tak
bisa bernafas, aku tidak sanggup tapi harus
Sama,
aku takut mengorbankan dia untuk kita
Sebenarnya,
apa bisa kita lari dari keterbatasan ini?
Tidak,
sumpah mati sudah terucap
Lantas,
hanya jika dia bisa menerima?
Ya, tapi
itu jahat
Bodoh!
Kenapa?
Berputar-putar
saja, melelahkan
Begini saja,
kamu menginginkannya?
Kamu
sendiri?
Ini
rumit
Buat
saja jadi mudah
Kenapa
tidak kamu saja duluan menjawab
Ya dan
tidak
Bertele-tele,ya
atau tidak, kenapa harus pakai “dan”
Aku
yakin jawabanmupun sama soal “ya”, sudah lama kan kamu memperhatikannya setiap
saat sebisamu bertemu? Kamu tahu sejak awal bagaimana, bagaimana waktu sudah
terlalu terlambat buat kita.
......
Bukankah
kita dulu sudah sampai ke kota itu, tapi mengurungkan niat karena ragu. Tapi
bagaimanapun juga kita tahu kita mengingkannya, jauh hari sebelum dia bicara.
Tapi
Makanya
itu, aku jawab iya dan tidak!
Kasih
harusnya lebih rela
Berkorban
lebih banyak
Asketis
Harus
berkata tidak
Betapa
jahatnya kita tak mampu menanggung itu
Jadi,
jawaban kita sama?
Sepertinya
Apa
yang kamu sesali?
Memancingnya
bicara di tepi pantai waktu itu. Menjerumuskannya dalam labirin itu, yang entah
apakah dia berusaha keluar atau makin dalam sekarang.
Bisakah
kita menebusnya? Halah pertanyaan bodoh, pastinya tidak.
Ya
tidak, itu dosa kita. Dosamu, nafsu itu ada padamu!
Pengecut,
kamu kan yang melemparkannya padaku.
Kamu
mau
Kamu
juga
..............
Cantik
memang
Hahaha,
ya aku setuju
Bodohnya
orang yang menolak keindahan seperti itu
Tapi
kan kita tidak tahu alasannya apa, tapi kamu masih marah?
Apa
ada gunanya sekarang?
Dia
bilang semua omong kosong
...............
Aku
pernah bilang, rasanya cemburu
Dia
tanggapi apa?
Tidak
tahulah
...............
Sisi
lain ya
Apa
maksudmu?
Di
mata dia, kita bukan apa-apa katanya
Begitu?
Kamu
tersinggung?
Tidak,
cuma makin sesak
Dia
yang pertama
Ya,
dia yang pertama
Tapi
kita bukan yang pertama
Sudah-sudah,
sudah runtuh
Memang
sudah, bodohnya kamu
Kita
seharusnya menerima saja kenyataan ini, mungkin dia benar semua ini
omong-kosong, mungkin benar tak perlu berpikir apapun.
Meski
kamu ingin?
Aku
berharap, iya aku mengakui. Ya dan Tidak mu tadi, rasanya satu kan?
................
Satu,
dan itu sungguh-sungguh. Kamu tidak bisa membohongi aku soal ini, karena kamu
adalah aku.
Kamu
mulai melemparkannya lagi padaku ya?
Apa kamu
bisa tidur? Apa kamu bisa melepas matamu itu mencari-cari kabarnya? Apa itu
tiga gelas kopi setiap malam? Sekali-kali jangan berdusta dan berpura kuat.
Kita
tidak bisa apa-apa
Memangnya
putusanmu pulang itu soal apa?
Kita
tidak bisa apa-apa! bodoh!
.................
Dengar,
sejauh-jauhnya upayamu ingat tadi sisi lain, hargai dia! katamu ya dan tidak,
inilah tidak! Bertahun kita membangun jalan lurus ini, biarpun runtuh
setidaknya ini untuk kita sendiri! Sumpah mati sudah terucap! Apa layak
pendusta seperti kita untuk dia?
Dia cuma
datang terlambat, itu saja
Tapi
hidupnya berharga bodoh! Lagipula apakah kelak tidak juga kita mengorbankan
hati orang-orang yang lebih dulu kita temui? Pikirkan itu!
Tapi
rasa sayang itu ada, itu nyata!
Pertemuan
ini semu! maya! niscaya benar semua ini tak ada ujungnya, omong kosong semata!
...............
Paham?
Yang
kupahami sekarang kamu sesak nafas begitu, kamu terlalu berlebihan, drama
murahan!
Kaki
kita masih berpijak diatas tanah, jangan lupa itu
Kamu
takut kecewa? Takut bahwa kamu nyata tak berharga?
Maksudmu
apa?
Kalaupun
benar sejenak waktu kita disana, apa benar kamu akan menemuinya? Diijinkan atau
tidak kau akan tetap menemui dia?
Kita
pernah berkaca, dan kita tidak menarik..
Kan, apa
kubilang? Kita selalu mengumbar janji dan takut untuk memenuhinya walau hanya
selangkah lagi.
Berarti
aku benar kan?
Tidakmu
tadi itupun sama, hari ini kau berkeras tapi lihat hari lain tak ubahnya anak
kecil.
Kita
perlu berpegangan pada sesuatu, sesuatu yang lugas yang tak perlu dikupas-kupas
lagi.
Ya,
angin keras. Hanya angin keras yang mematahkan dahan.
Tapi apa
yang sudah dia katakan, aku rasa itu saja yang kita pegang.
Ini
semua omong kosong?
Ya, itu
Dia muak
pada kita
Ya,
anggap saja begitu
Tapi
tidakkah lebih memuakkan dia yang kesana kemari mengikuti dahaganya itu dan
tidak sedikitpun melihat kita?
Kenapa
kamu mulai lagi?
Hei, ini
kenyataan yang kamupun bisa melihatnya. Keluar masuk kelompok seolah tak
menghargai apapun selain dirinya sendiri? Ya, kamu melihatnya! Ingat betapa
kecewanya kamu mengharapkan bantuan darinya tapi dia hanya memikirkan dirinya
sendiri?
Sudah,
sudah jangan berputar-putar.
Aku
tidak berputar-putar.
Kamu
mencoba mengubah hatimu pada dendam, pengecut!
.................
Mencari-cari
alasan saja untuk menjauh, tidak kita tidak begitu. Dimanapun kapanpun siapapun
dengan mudahnya bisa menggores kesalahan-kesalahan orang lain dan mengubahnya
menjadi alasan untuk membenci.
Aku
hanya ingin dia lega, berhenti dari itu semua.
Kenapa
pula tadi kau bicara seperti itu, berputar terus tidak jelas
Hanya
tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti
Kita
begini, seperti sedang mengemis saja
Benar
Bagaiamana
kalau kita berdua membuat kesepakatan? Kesepakatan yang kita yakini sebagai
kebenaran?
Kebenaran, kebenaran yang menjadi miliknya saja, begitu?
Ya,
angin keras tadi. Peganglah itu saja, bagaiamana?
....................
Kamu
masih ragu? Masih berharap? Masih akan berkata ya dan tidak? Tidakkah kamu
sadari semua pembicaraan ini menuju pada simpulan lebih baik tidak pernah
mengenal, tidak pernah ada?
Tidak,
aku tidak setuju
Lantas?
.................
Apa?
Dengar
suara hatimu, itu kebenaran kita.
.................
Sudah?
Bisa mendengar? Apa kata hatimu?
Tunggu
saja, tunggu saja waktu
Bagaimana
kalau dia tidak pernah kembali?
Biarkan
saja mati, bukankah itu maunya
Kita
harus tetap menemuinya!
Ya, tapi
hanya jika ingin ditemui
Bagaimana
kalau tidak?
Kita
berdua akan berbincang lagi
Sudah-sudah,
sudah runtuh
Tak apa,
kita akan membangunnya lagi