Analisa Tulisan
Analisa
Tulisan
From the Series:
Penelitian Puisi
Pendahuluan
Analisa tulisan dari
teks telah menjadi perhatian utama seluruh pendekatan dalam mempelajari
Alkitab, dimulai dengan Pendekatan Analisa Tulisan (juga dikenal sebagai
Documentary Hypothesis) sampai kepada
Pendekatan Bentuk Kritikal. Tapi walaupun pendekatan-pendekatan itu memberi sumbangsih besar dalam mempelajari teks, mereka terlalu banyak dinodai oleh bias skeptis terhadap kesatuan dan integritas teks. Seringkali ketertarikan tulisan dibuat untuk melayani penelitian diakronik dimana asal mula dan perkembangan teks dilacak dari sumber yang dinyatakan; atau penelitian tulisan digunakan untuk membedakan bagian histories dan non-historis dari suatu pesan. Analisa Gunkel yang terkenal terhadap Kejadian 1-11 merupakan contoh yang baik; dia berpendapat bahwa tulisan itu adalah puisi, karena puisi maka tidak histories.
Pendekatan Bentuk Kritikal. Tapi walaupun pendekatan-pendekatan itu memberi sumbangsih besar dalam mempelajari teks, mereka terlalu banyak dinodai oleh bias skeptis terhadap kesatuan dan integritas teks. Seringkali ketertarikan tulisan dibuat untuk melayani penelitian diakronik dimana asal mula dan perkembangan teks dilacak dari sumber yang dinyatakan; atau penelitian tulisan digunakan untuk membedakan bagian histories dan non-historis dari suatu pesan. Analisa Gunkel yang terkenal terhadap Kejadian 1-11 merupakan contoh yang baik; dia berpendapat bahwa tulisan itu adalah puisi, karena puisi maka tidak histories.
Baru-baru ini ada
penekanan baru dalam analisa tulisan dalam teks, berasal dari berbagai
perspektif teologis sekaligus. Seharusnya tidak mengherankan kalau Kritik
Bentuk, dengan penekanannya pada genre tulisan dan analisa composisi, membawa
kepada penekanan lebih besar diantara para sarjana pada bentuk tulisan dari
suatu teks. Tapi dalam gelombang baru kesarjanaan, orang kurang tertarik dalam
menelusuri asal mula dan perubahan dari narasi, mazmur, atau pesan leluhur,
daripada bentuk penulisan dari bentuk akhir teks tersebut.1Perubahan
kearah analisa tulisan yang lebih langsung (synchronic study) terhadap Alkitab
mungkin mencerminkan jalan buntu perdebatan atas kritik sumber (diachronic
study).
Hal itu tidak
bermaksud mengatakan kalau analisa tulisan dimasa kini mendorong historitas
dari teks. Sebaliknya, para sarjana modern dengan usahanya lebih cenderung
memperlakukan narasi-narasi Alkitab sebagai fiksi, narasi kreatif, atau narasi
berparadigma. Mereka menjamin kalau dibelakang narasi terdapat beberapa
kebenaran, sebagian berkaitan dengan tradisi, tapi selama bertahun-tahun cerita
itu diteruskan dan telah dibentuk kembali serta diperindah untuk tujuan lain.
Sebagian penulis, tetap berspekulasi mengenai mana yang cerita atau puisi asli,
dan apa fungsinya. Tapi yang lain lebih tertarik mempelajari materi yang sudah
ada, sebagai suatu bagian dari literatur.
Kritik Retoris
Frase Rhetorical
Criticism digunakan pertama kali oleh James Muilenberg dalam pesan kepada
Society of Biblical Literature ditahun 1968.2 Pesannya
merupakan panggilan untuk mempelajari nature dari tradisi penulisan Ibrani
sebagai perluasan dari Kritik Bentuk. Hal ini melibatkan analisa pola struktur
dalam suatu unit tulisan dan alat puitis yang menyatukan keseluruhannya.
Penekanan sinkronik baru ini terutama sekali memperhatikan masalah struktur dan
tekstur.3
Didalam contoh
baru-baru ini mengenai apa yang umumnya bisa disebut Rhetorical Criticism,4 bentuk
tertentu dari penulisan digunakan dalam analisa struktur: acts, scenes,
episodes, strophes, speeches, discourse, dan lainnya. Penulisan bisa dipecah
kedalam tingkatannya.5
Analisa tekstur berkaitan
dengan pengucapan, syllables, kata-kata, frase, kalimat, dan kelompok kalimat.
Analisa ini mempelajari pengulangan pikiran, kata-kata kunci, atau motif;
permainan kata atau paronomasia; pengulangan bunyi seperti assonance atau
alliteration; atau adumbration; inclusio; dan sejumlah perlengkapan tulisan
lainnya.6
Pendekatan terhadap
teks sebagai literature telah membuka penyelidikan bagi para teolog dan juga
kritik tulisan.7 Rhetorical
Criticism memampukan teolog mengerti ide teologis dari teks dengan lebih baik,
karena analisanya berkaitan dengan bentuk tetap, final dari teks - kanon. Jelas
bahwa struktur dan tekstur tidak hanya ornamental; keduanya adalah cara
mengarahkan focus pembaca dalam cerita.
Struktur dan tekstur
melakukan hal ini secara persuasive dengan membangkitkan respon emosional
selain reaksi intektual terhadap cerita. Sebagai contoh, repetisi, dalam
hallmark of Hebrew rhetoric,8 memusatkan
pikiran dan memberikan kesatuan serta kelanjutan terhadap narasi. Tapi
seringkali melakukannya dengan cara yang membuat kesan tak terlupakan pada
pembaca, karena elemen yang diulang membawa maju konotasi emosional dan
intelektual dari sebelumnya. Sebagai contoh, perhatikan rujukan terhadap
Kejadian 25:23 dalam perkataan Laban sang penipu kepada Yakub: It is not so
done in our country, to give the younger before the firstborn (Gen. 29:26).
Ada kelemahan dalam
menggunakan rhetorical criticism, dan eksegetor harus mewaspadainya dalam
membaca tulisan. Pertama, jika penelitian terhadap suatu bagian mengabaikan
asal mula, perubahan, dan tujuan awal dari teks, hal itu secara sewenang-wenang
menyatakan arti yang diluar maksud bagian tersebut.9 Walaupun
Alkitab mungkin memiliki tingkatan arti (konotasi berbeda) bagi generasi yang
berbeda, arti dasar dari suatu teks harus diikat pada latar belakang histories
dan tujuannya. Jadi sarjana Alkitab tidak bisa bekerja hanya pada tingkatan
sinkronik. Umumnya, orang yang mempelajari Alkitab sudah punya pendapat sebelum
memulai karya eksegetisnya. Sarjana yang kritis mampu dengan jitu menerima
kalau kesimpulan dari higher criticism adalah benar, yaitu, banyak dari
materinya terlambat tapi diproyeksikan kembali kemasa sebelumnya; dan sarjana
konservatif dengan jitu menganggap kalau materinya jauh lebih tua.
Kedua, Rhetorical
Criticism tidak selalu ditemani penyelidikan dengan Genre Criticism. Tapi
disinilah hubungannya dengan Kritik Bentuk paling kuat. Mempelajari struktur
dan tekstur dari suatu bagian merupakan satu hal; tapi merupakan hal yang
berbeda menghubungkan penemuan ini dengan bentuk penulisan dari teks, karena
bentuk dihubungkan dengan fungsi. Sebagai contoh, penafsiran terhadap Kejadian
1-11 bisa berbeda jika bagian itu dikelompokan sebagai sekumpulan mitos yang
bisa dibandingkan dengan tulisan Timur Dekat kuno lainnya.10
Sekarang ekspositor
menghadapi rintangan lain dalam bekerja dengan Alkitab sebagai literature, satu
pemikiran yang ada dalam pemikiran orang Kristen selama ini, yaitu, Alkitab
harus ditafsirkan secara literal. Didalam penggunaan ide yang terlalu
menyederhanakan ini, jika kitab Ayub mengatakan Ayub berkata sesuatu, atau
teman-temannya berkata sesuatu maka itulah yang memang mereka katakana. Atau
jika teks itu menunjukan kalau Tuhan berkata disaat pembangunan menara Babel,
Let us go down/marilah kita turun . maka itulah yang dia katakana dalam bahasa
Ibrani klasik! Disatu ujung lain, banyak penyelidikan tulisan modern melihat
isi Alkitab secara berbeda; pada dasarnya mereka melihatnya sebagai suatu karya
tulis, dan para penulisnya mampu menggunakan perlengkapan penulisan dalam
menceritakan kisah atau menyimpan kata-kata leluhur. Bagi sebagian orang ini
artinya cerita-cerita itu dibuat atau dikarang; bagi yang lain itu artinya
sebagian kejadian dipergunakan dan dipercantik untuk diceritakan kembali.
Ini ada beberapa
pertimbangan mengenai hal itu. Pertama, berapa banyak penafsiran yang diberikan
seorang penulis melalui apa yang dia pilih untuk dimasukan atau keluarkan dalam
melaporkan tradisi? Sebagai contoh, Tawarik, dengan mengeluarkan narasi
mengenai dosa Daud, memberikan suatu gambaran Daud yang berbeda dari kitab
Samuel.11 Kedua,
berapa banyak kebebasan yang dimiliki penulis dalam mengatur kembali eksposisi
narasi dan dialog untuk membuat suatu puisi seimbang? Sebagai contoh, apakah
dialog dalam kitab Ayub aslinya dibawakan dalam 2200 baris puisi Ibrani? Atau
apakah Tuhan memanggil Abram dengan menggunakan puisi klasik Ibrani. Atau,
apakah peristiwa dalam kitab Rut memang biasanya mengikuti pola parallel
repetition dan inverted repetition. Ketiga, berapa banyak hubungan dari narasi
dan penunjukan peristiwa yang diusulkan para penulis kitab melalui pemilihan
kata dan frase. Sebagai contoh, apakah Esau benar-benar menggunakan kata edom
edom, atau memang narasi memilih menggunakan kata-kata itu untuk menunjukan
nature dari orang Edom? (Gen. 25:29); atau, apakah Abraham benar-benar memiliki
perintah, ketetapan, dan hukum (Gen. 26:6), atau, apakah Musah menggunakan
kata-kata itu untuk melihat pemberian Taurat?
Semua itu, dan masalah
lainnya, merupakan bentuk-bentuk masalah yang akan anda saring dikemudian hari
saat berurusan dengan teks. Ekspositor konservatif biasanya menginginkan kalau
peristiwa-peristiwa dalam Alkitab memang benar-benar terjadi secara esensi
seperti yang dilaporkan. Yesus memang mati diatas salib, memang bangkit dari
kematian, memang naik kesorga; atau Daud memang memerintah sebagai raja,
melakukan perzinahan dengan Bethseba, memang memindahkan tabut ke Yerusalem;
atau Esau memang seorang pemburu, dia memang menukarkan hak kesulungannya untuk
semangkok makanan, dan Yakub memang membuatnya bersumpah atasnya.12 Tapi
dalam menerima fakta sarjana konservatif juga harus memberikan perhatian yang
lebih besar pada seni tulisan yang digunakan dalam teks. Saat digunakan dalam
kerangka doktrin inspirasi, seni tulis menambah pengertian dan focus dari teks.
Suatu kepercayaan pada historitas peristiwa tidak harus mengeluarkan seni tulis
dalam menceritakan peristiwa-peristiwa itu; dan suatu analisa tulisa dari
narasi tidak harus menolak kalau peristiwa itu memang terjadi.
Selama beberapa waktu
dianggap kalau salah satu alasan adanya seni tulis dalam Alkitab adalah
materialnya diturunkan secara oral sebelum dituangkan kedalam penulisan.
Pembahasan mengenai tradisi oral sangat penting, dan pelajar harus melihat
literature mengenai hal itu.13 Bisa
saja mengatakan bahwa kemungkinan besar materi itu telah ada dalam bentuk oral
dan karena itu repetisi, chiasms, dan permainan kata telah menjadi penolong
dalam mengingat. Tapi, cukup diketahui kalau penulisan sudah umum digunakan
diperiode awal, dan hal-hal yang penting itu telah langsung diterapkan dalam
penulisan. Mungkin transmisi oral dan penulisan teks telah ada berdampingan di
Israel, teks memelihara materinya, dan transmisi oral membantu mengingatnya.
Satu-satunya cara bagi
anda untuk terbiasa dengan wilayah ini adalah dengan membaca buku dan contoh
pelajaran mengenai bagaimana metode itu digunakan dalam analisa teks. Jika anda
memberi waktu melakuka itu, anda akan melihat ada banyak yang bisa diperolah
dari pendekatan ini. Pelajaran ini akan menarik beberapa materi bersamaan dalam
mempelajari mazmur; tapi pelajaran tulisan dari aspek berbeda ada diluar puisi
formalnya mazmur, dengan seluruh Perjanjian Lama. Apa yang anda pelajari dalam
Mazmur bisa juga diterapkan diseluruh Alkitab.
Metode Kritik Retoris
Saya tidak bermaksud
memberikan suatu pembahasan detil mengenai semua yang bisa diberikan analisa
tulisan dalam proses eksegetis. Saya hanya ingin memperlihatkan beberapa
hal-hal menonjol yang bisa dilakukan, untuk menambah keingintahuan anda dalam
mempelajarinya. Selain itu, tidak mungkin bekerja diwilayah ini (dengan
kepuasan) tanpa sering berurusan dengan teks Ibrani. Sebagian bisa diambil dari
suatu terjemahan Inggris, untuk memastikan; tapi akan lebih jelas melihat
sekilas kata-kata Ibrani atau susunan Ibraninya.
Struktur
Struktur adalah
pengaturan atau organisasi dari teks. Ini harus dibedakan dari structuralism
dalam pengertian teknis dari kata itu, karena itu suatu pendekatan yang berbeda
yang membawa penelitian kedimensi yang berbeda. Beberapa pelajar salah dalam
menyebutkan kata itu untuk menggambarkan analisan komposisi mereka.
Saat kita mempelajari
struktur dari suatu bagian kita berurusan dengan tingkatan yang lebih tinggi
dari suatu karya. Berikut ini adalah beberapa hal yang digunakan untuk
menganalisa struktur.
1. Indikator
Perikop. Umumnya
diketahui kalau unit yang ingin dipelajari harus dikenal sebelumnya. Hal ini
tidak selalu semudah kelihatannya. Banyak waktu yang diperlukan untuk
mempelajari secara dekat dalam menentukan dimana perikop dimulai dan berakhir,
mencari indikatornya. Sebagai cotnoh, dalam mempelajari pengaturan bahasa
Ibrani terhadap Kejadian akan membawa eksegetor menyadari kalau 37:1 ada dalam
pasal 36, dan 37:2 (these are the generations of Jacob) menandai suatu bagian
baru. Pembagian pasal dalam bahasa Inggris menyembunyikan hal ini. Suatu
pembagian kembali narasi bermaksud membandingkan kekayaan Esau yang luar biasa
(36) dengan perjalanan Yakub (37:1). Delitzsch menangkap hal ini, dan
menjelaskan kalau pesan unit itu adalah, kebesaran duniawi atau sekuler lebih
cepat dari kebesaran rohani.14 Jika
unit itu tidak diperluas sampai ke 37:1, maka Kejadian 36 hampir tidak bisa
dikotbahkan (yang mungkin menjadi alasan mengapa tidak ada yang berkotbah dari
unit itu).
Unit-unit dari Alkitab
seringkali memiliki indikasi yang cukup jelas. Didalam ucapan kenabian leluhur
bisa dilihat dari panggilan berulang atau bentuk perintah, formulasi pembukaan,
atau motif paralel. Didalam Taurat adalah motif berulang, seperti I am the LORD
your God. Didalam Mazmur kita mencari pola dari tipe mazmur berbeda, dan itu akan
membantu dalam membagi bagian itu kedalam bagian-bagian walau mazmur merupakan
suatu unit dasar itu sendiri.
2. Framing,
atau Inclusio. Perlengkapan lain dari seni tulis adalah framing, yaitu,
menggunakan suatu frasa yang mirip atau identik, motif, atau episode untuk
memulai dan mengakhiri unit, atau suatu bagian dari unit. Anda bisa melihat hal
ini dengan jelas dalam puisi seperti Mazmur 8, yang dimulai dan diakhiri dengan
O LORD, our Lord, how excellent is Your name in all the earth.
Tapi cara ini juga digunakan
dalam penulisan kita lainnya. Sebagai contoh, didalam Kejadian 9, bagian
pertama narasi mengenai perjanjian Nuh, kita mendapati perintah ilahi: Be
fruitful, and multiply, and replenish the earth(v. 1). Perintah ini diulangi
sebagian dalam ayat tujuh. Jadi bagian pertama yang melarang pertumpahan darah,
artinya, membunuh, dibingkai (frame) oleh pengulangan perintah untuk
menghasilkan hidup.
Penulisan yang lebih
besar dan rumit juga menggunakan framing. Sebagai contoh, cerita Yakub bisa
dibagi kedalam lingkarang Yakub-Esau dan lingkaran Yakub-Laban. Lingkaran
Yakub-Laban dibingkai (frame) oleh kunjungan Tuhan dimalam hari, pertama di
Betel (Genesis 28) saat Yakub sedang meninggalkan rumah kelahirannya, dan kedua
di Peniel (Genesis 32) saat dia kembali kerumah kelahirnnya. Pengamatan
langsungnya adalah hal ini diletakan disana karena itulah saat mereka terjadi
dan itu secara esensi benar; tapi pengamatan lebih jauh harus mempertimbangkan
apa yang disumbangkan framing terhadap arti dari teks tertulis itu? Penulisnya
jelas berusaha membuat pembacanya menyadari hubungan antara framing dan materi
pengahalangnya.
Terkadang kita harus
mendekati framing dari dalam narasi. Sebagai contoh, Kejadian 38 melaporkan
cerita mengenai Judah dan Tamar. Mengapa cerita itu diletakan didalam cerita
mengenai Yusuf? Cerita ini setelah cerita Yusuf dijual dan mendahului cerita
mengenai Yusuf dicobai oleh istri potifar. Penulis, dalam mengatur materi,
telah membingkai (frame) narasi Kejadian 38 untuk membawa signifikansinya. Maksudnya,
anda harus melihat konteks untuk bisa mengerti arti dan pengaruh pasal. Sejak
pertama, Judah yang memimpin saudara-saudaranya untuk menjual Yusuf, saudara
termuda mereka, untuk mengakhiri mimpinya menjadi pemimpin mereka (37). Saat
keluarganya sendiri, selain ketidak pedulian dan dosanya, anak termuda Judah,
Peres, berusaha menjadi pemimpin (38). Cerita itu membentuk suatu teguran atas
usaha Judah sebelumnya dalam menghalangi kehendak Allah. Tapi bagaimana narasi
ini berkembang? Tamar menyamar sebagai pelacur dan menggoda Judah sehingga
hamil. Pasal 39, Yusuf menolak godaan istri Potifar, menunjukan mengapa dia,
bukan Judah, yang menjadi pilihan tepat memimpin umat Allah.
3. Chiasm,
atau Inversi. Chiasm adalah pengaturan materi dalam suatu inverted parallelism
untuk menunjukan cerminan setengah cerita awal dengan yang selanjutnya, dan
untuk menunjukan titik balik dari cerita. Ini merupakan cara favorite dalam
penulisan kritik retoris; tapi cara ini bukan mereka yang menemukan. Bullinger
memiliki contoh dari bentuk penulisan ini. Anda harus berhati-hati dengan
beberapa usulan pengaturan ini; sebagian dari pengaturan chiastic dicari-cari,
mengeluarkan beberapa item dalam teks yang bisa merusak pengaturan.
Tapi perhatikan
struktur chiastic dari Kejadian 11:1-9 berikut ini :
A Seluruh bumi satu
bahasanya (1)
B maka (2)
C Berkatalah seorang
kepada yang lain (3)
D Marilah, kita
membuat batu bata (3)
E Kita dirikan bagi
kita (4)
F Sebuah kota dengan
sebuah menara (4)
X Lalu turunlah TUHAN
untuk melihat (5)
F Kota dan menara (5)
E yang didirikan oleh
anak-anak manusia itu (5)
D Baiklah Kita turun
dan mengacau-balaukan (7)
C mereka tidak
mengerti lagi bahasa masing-masing (7)
B disitulah
A dikacau balaukan
bahasa seluruh bumi (9)
Bentuk struktur
chiastic ini juga digunakan bagi seluruh cerita. Perhatikan pola dari motif
dalam cerita Air Bah:
A Allah memutuskan
untuk mengakhiri hidup segala mahluk (6:11-13)
B Nuh membangun
bahtera sesuai dengan petunjuk Tuhan (6:14-22)
C Tuhan memerintahkan
masuk kedalam bahtera (7:1-9.)
D Air bah dimulai
(7:10-16)
E Air bah selama 150
hari, menutupi gunung (7:17-24)
X Tuhan mengingat Nuh
(8:1a)
E Air bah surut
setelah 150 hari dan gunung-gunung terlihat (8:1b-5)
D Bumi kering (8:6-14)
C Tuhan memerintahkan
mereka meninggalkan bahtera (8:15-19)
B Nuh membangun sebuah
altar (8:20)
A Tuhan memutuskan
tidak mengakhiri hidup umat manusia (8:21, 22)
4. Symmetry
dan Variasi Urutan. Ada saatnya penulis akan menggunakan suatu variasi dari motif
dan ekspresi sebelumnya untuk memparalelkan bagian-bagian dari teks, hal ini
menambah pengertian. Sebagai contoh, Kejadian 13 menulis mengenai bagaimana
Abram menawarkan Lot memilih tanah yang disukainya, dan bagaimana Lot melihat
tanah sekitar Yordan, dan pergi ketimur, bermukin disebelah Sodom. Tapi bagian
akhir dari pasal itu menulis perkataan Tuhan kepada Abraham, menyuruhnya
melihat keseluruh arah, karena semuanya itu akan menjadi miliknya; dan
memberitahu kalau Abram memindahkan tenda bermukin di Hebron. Jelas sekali,
penulis membandingkan dua bagian itu untuk menunjukan apa yang dilakukan Lot,
Tuhan berikan pada Abraham.
Bagian lain yang
menggambarkan hal ini adalah Keluaran 13:1-16. Ayat 2 dan 3 memberikan
ringkasan singkat pasal tersebut kuduskanlah anak sulungmu bagiKu dan ingatlah
hari ini dengan melakukan Pesta Roti tak Beragi. Tapi perhatikan perkembangan
paralel kedua bagian itu:
hari ini kamu keluar
(4)
apabila TUHAN telah
membawa engkau kenegeri orang Kanaan (5)
engkau harus melakukan
ini: tujuh hari makan roti tak beragi (6,7)
beritahukan kepada
anakmu karena TUHANlah yang menang atas Mesir (8)
hal itu akan menjadi
tanda pada tanganmu, dan peringatan didahimu (9)
sebab dengan tangan
yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir (9)
haruslah kau pegang
ketetapan ini dari tahun ketahun sejak saat ini (10)
TUHAN akan membawamu
kenegeri orang Kanaan (11)
engkau harus melakukan
ini: menebus seluruh anak sulung laki-laki (12,13)
katakan kepada anakmu
dengan kekuatan tanganNya TUHAN telah membawa kita keluar dari Mesir (14)
hal itu akan menjadi
tanda pada tanganmu, dan lambang didahimu (16)
sebab dengan kekuatan
tanganNya TUHAN membawa kita keluar dari Mesir (16),
5. Repetisi
Motif. Walaupun
cara ini bisa diterapkan seperti yang telah disebutkan diatas, hal ini patut
dibahas terpisah. Ada saatnya dalam penulisan suatu motif akan muncul
berulang-ulang dalam teks, memberi keteraturan terhadap bagian itu. Sebagai
contoh, didalam teka Hukum Tuhan, motif I am the LORD ditempatkan untuk
menunjukan keteraturan dari materi.
Imamat 19 menunjukan
pembagian structural ini (atau aslinya) dengan mengulangi ekspresi tertentu.
Kelihatannya pasal itu terdiri dari dua bagian, keduanya berisi tanggung jawab
sehari-hari. Bagian pertama kelihatannya berisi tanggung jawab terhadap Tuhan
(1-10) dan bagian kedua tanggung jawab terhadap manusia (11-37). Enam belas
pembagian paragraph ditandai oleh I am the LORD your God / Akulah Tuhan Allahmu
atau I am the LORD / Akulah Tuhan. Perubahan pertama berhubungan dengan
pembagian antara ayat 10 dan 11. Didalam ayat 11-37 akhir paragraph-paragraf
ini menunjukan perubahan penekanan:
1-2
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
3
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
4
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
5-10
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
11-12
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
13-14
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
15-16
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
17-18
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
19-25
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
26-28
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
29-30
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
31
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
32
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
33-34
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
35-36
|
I am the LORD your God
|
Akulah Tuhan Allahmu
|
37
|
I am the LORD
|
Akulah Tuhan
|
Tapi bahkan didalam
cerita yang lebih besar dan rumit kita menemukan motif berulang yang menunjukan
kesatuan dan perkembangan cerita dari satu episode yang episode berikutnya,
memberikan pengertian yang lebih baik terhadap motif setiap kali muncul dalam
teks. Sebagai contoh, saat saudara-saudara Yusuf menipu ayah mereka agar
mengira Yusuf telah terbunuh, mereka meletakan darah anak kambing/a kid of the
goats (sheir izzim) pada jubah dan mengirimkannya ke Yusuf,
memintanya untuk mengenali (hakker) apakah itu memang betul jubah Yusuf
(Gen. 37:31-33). Kembali ke Kejadian 27:9 Yakub telah menggunakan dua anak
kambing (shene gedaye izzim) untuk menipu ayahnya.
Jadi motif berulang dari penipuan mengikat cerita dan meminta komentar. Tapi
juga dalam Kejadian 38, setelah Judah telah tertipu oleh Tamar, dia mengirim
satu anak kambing (gedi izzim in v. 17) sebagai bayaran
bagi pelayanan pelacur itu. Kemudian, saat Tamar membuka kedoknya, dia
memperlihatkan cap meterai, kalung dan tongkat, memintanya untuk mengenali (hakker)
apakah benar semua itu miliknya (v. 25). Judah dan saudara-saudaranya telah
meminta ayah mereka untuk mengenali jubah Yusuf untuk menipu ayah mereka; Tamar
meminta Judah mengenali barang-barangnya untuk membuka penipuan yang
dilakukannya dan menegur Judah.
6. Kutipan-kutipan. Pada inti cerita dalam
kitab ada penggunaan kutipan-kutipan langsung maupun tidak, dan terkadang
kutipan-kutipan imaginary (untuk mewakili pemikiran seseorang, atau menjelaskan
tindakan seseorang). Kejadian 18:16-33, sebagai contoh, sebagian besar dibangun
oleh ucapan-ucapan yang dipisahkan oleh laporan cerita. Ayat 16 melaporkan
kalau para malaikat bangkit dan mengarah ke Sodom. Tapi ayat 17-20 kemudian
melaporkan suatu soliloquy ilahi, dan ayat 20-21 suatu ucapan kepada Abraham.
Ayat 22 sekali lagi merupakan laporan cerita, memecah ucapan-ucapan: dan lalu
berpalinglah orang tersebut dan pergi ke Sodom, tapi Abraham tetap bersama
TUHAN. Ayat 23-32 kemudian melaporkan dialog antara Abraham dan TUHAN mengenai
penghancuran orang benar bersama dengan orang jahat. Dialog ini dicatat untuk
repetisi, repetisi yang penting bagi artinya, karena dia tidak bisa sampai
kepada angka terakhir tanpa menguranginya secara perlahan. Cerita itu ditutup
dengan laporan lalu TUHAN pergi (v. 33).
Dialog dan
ucapan-ucapan membentuk bagian yang penting bagi penulisan cerita. Tentu saja,
mereka membentuk substansi dari ucapan nubuat leluhur. Tapi dalam suatu dialog
atau ucapan dalam cerita biasanya memberi arti bagi keseluruhan cerita. Sebagai
contoh, pada bagian diatas, ketiga ayat yang memberi laporan cerita itu hampir
tidak memiliki arti jika bukan bagi soliloquy, ucapan, dan dialogue.
7. Subordinate
Clauses dan Parenthetical Descriptions. Komentar Editorial membentuk bagian penting
bagi cerita Ibrani; mereka memberikan penafsiran, penjelasan atau komentar dari
penulis. Setiap orang yang terbiasa dengan tulisa kitab Raja-raja dimana
penulisnya terus memberitahu pembacanya apakah sang raja berbuat yang benar
atau tidak. Hal itu menyediakan informasi bagi pembaca untuk merespon cerita dengan
benar.
Tapi dalam eksegesis
Ibrani ada banyak kesempatan dimana parenthetical clause, atau suatu gambaran,
memberikan suatu penafsiran yang lebih kabur. Sebagai contoh, saat Lot memilih
untuk bermukim di Sodom, cerita itu menjelaskan, adapun orang Sodom sangat
jahat dimata TUHAN (Gen. 13:12). Dampak dari komentar dari cerita diserahkan
kepada pembacanya. Walau hal itu tidak membentuk bagian utama dari struktur
sehingga memperluas cerita, tapi berkontribusi terhadap arti. Atau saat Simeon
dan Lewi mulai membuat perjanjian dengan Shechemites dalam Kejadian 34,
narrator menjelaskan kalau mereka menjawabnya dengan tipuan, melihat Schechem
telah menodai Dinah (v. 14). Penjelasan kecil itu menyadarkan pembaca akan
nature dari perjanjian itu, dan memberikan pendapat narrator terhadap kejadian
itu. Atau diseluruh karya tulis, seperti kitab Yunus, penulisnya terus
menggunakan subordinate clauses untuk memberi arti pada struktur. Sebagai
contoh, dalam sesuatu yang begitu sederhana seperti laporan kalau Yunus pergi
ke Joppa dan mendapatkan kapal menuju ke Tarsis (cerita), klausa to flee from
the presence of the LORD / untuk lari dari hadapan TUHAN dan frasa ulangan from
the presence of the LORD / dari hadapan TUHAN, ada untuk menjelaskan klausa
utama (1:2). Jadi, dengan mengerti materi subordinate dan parenthetical bisa
memampukan kita untuk memisahkan struktur, dan menafsirkannya dengan lebih
tepat.
Tekstur
Tekstur berurusan
dengan gaya atau susunan teks itu sendiri, pekerjaan tingkat yang lebih rendah
- syllables, kata-kata, kalimat-semua yang membuat cerita. Hal ini dikerjakan
tanpa mengatakan kalau semua hal dalam suatu komposisi itu penting, terutama
dalam Alkitab, karena itu hanya sebuah seni tulis. Sayangnya, para pengkhotbah
dan pengajar terlalu sering menunjukannya. Baru-baru ini saya mengalami
pengalaman yang tidak mengenakan, melihat seorang pengkotbah televisi sedang
beraksi. Berkotbah mengenai Yusuf sampai berkuasa di Mesir melalui menafsirkan
mimpi, dia berkata, Itu cerita yang panjang Saya tidak mau membuat anda bosan
dengan detilnya. Hal yang ditunjukannya adalah materinya, sebagian besar
nasihat dan ilustrasi, lebih penting daripada teks itu. Banyak ekspositor
mungkin tidak berkata seperti itu, tapi mereka sebenarnya tunduk pada pemikiran
seperti itu, karena eksposisi mereka tidak berdasar atas teks itu. Maksud kami,
Tuhan memberi kita detil nya karena semua itu penting untuk mengerti unit itu.
Semakin banyak kita buka, semakin memperkaya pengertian kita
1. Paronomasia
dan Phonetic Word Plays. Melalui perlengkapan ini para penulis menekankan dan menfokuskan
perhatian pembaca terhadap maksud penting yang ada dalam teks. Kita bisa
membuat suatu perbedaan teknis dimana paronomasia adalah suatu permainan kata
yang melibatkan suara dan rasa, bagi kata-kata yang digunakan serumpun;
sedangkan phonetic word play hanya melibatkan suara. Ada juga beberapa
permainan kata yang hanya melibatkan rasa bukan suara. Secara umum, seluruh
tipe bisa dikelompokan sebagai permainan kata, dan signifikansinya dalam setiap
kasus bisa dijelaskan lebih jauh.
Permainan kata
biasanya muncul dalam memberi nama cerita dalam penulisan cerita, maksud dari
permainan kata adalah menekankan arti penting yang ada dalam cerita. Sebagai
contoh, dalam Kejadian 16 kita melihat cerita mengenai Sarah memberi Hagar
kepada suaminya untuk mendapat seorang anak. Pada akhir cerita, TUHAN
menyelamatkan Hagar dipadang gurun dan bernubuat mengenai anaknya, memberinya
nama Ismael dengan penjelasan, bahwa TUHAN mendengar (shama)
penderitaannya (v. 11). Dia berespon dengan menamakan Tuhan El roi,
Tuhan yang memperhatikan aku, dan menamakan tempat itu, Beer lakhay roi,
sumur Tuhan yang hidup yang memperhatikan aku. Permainan kata pada nama ini
menfokuskan perhatian pembaca pada fakta bahwa Tuhan mendengar dan Tuhan
memperhatikan, artinya, Tuhan mampu menyelamatkan manusia dari penderitaan
mereka. Karena hal ini berasal dari Tuhan yang menyatakan diri (dalam cerita
ini melalui ucapan), dan karena perkataan Tuhan merupakan klimaks dari cerita
pengusiran Hagar yang harus kembali ketuannya memberi pelajaran (dan teguran)
bagi Abram dan Sarai. Apakah ada yang heran, saat anak mereka Ishak merenung di
Beerlahayroi (24:62); dan saat istrinya mandul, dia berdoa bukannya berencana
dan TUHAN menyediakan anak (25:21)?
Tapi permainan kata
tidak terbatas pada penamaan. Pada cerita mengenai Yakub dan Esau cerita
mempergunakan banyak permainan kata. Sebagai contoh, didalam Kejadian 25:27
Esau digambarkan sebagai pemburu yang hebat (tsayid); tapi kemudian
didalam ayat 29 Yakub memasak (wayyazed) kacang merah (nazid).
Penulisa membandingkan keduanya melalui permaian suara, karena kata-katanya
tidak berhubungan. Tapi maksudnya adalah Yakub juga seorang pemburu, meletakan
perangkap bagi saudaranya yang akan datang memakan umpan itu.
2. Double
entente. Contoh ini membawa kita kewilayah lain dari seni tulis sebuah
bagian, yaitu, kemenduaan teks yang disengaja melalui kata-kata yang memiliki
arti ganda. Pada Kejadian 25:29 arti penting lain bisa terlihat dalam pemilihan
kata kerja zid, walau kata itu memang memiliki arti to boil, kata
itu juga digunakan untuk menggambarkan kegiatan mencurigakan (maksud memasak
air diujung mewakili seseorang yang melangkahi batas). Jadi konotasi dari kata
itu dan suara dari kata itu lebih dari denotasi boil.
Satu contoh mengenai
kemenduaan yang disengaja bisa terlihat dalam Yunus 4:6 disana TUHAN membuat
sebuah pohon tubuh menutupi kepala Yunus to deliver him from his evil plight (meraato).
Apakah kata raa ini merujuk kepada tindakan marah Yunus (it
was very evil [wayyera] to him, 4:1), atau matahari bersinar terik pada
kepalanya, atau keduanya? Saya cenderung melihat kalau kata itu merujuk pada
keduanya, karena kata itu telah digunakan dibagian yang menunjukan prilaku
Yunus, tapi konteksnya menunjukan kalau panas mataharinya yang dirujuk.
Ada saatnya penulis
menggunakan kata yang sama atau kata-kata dalam rasa yang berbeda. Sebagai
contoh, dalam Kejadian 40 Yusuf dipanggil untuk menafsirkan mimpi dari pelayan
minum dan roti. Penafsiran pertama adalah Firaun akan Lift up your head (yissa
et rosheka), suatu pemulihan jabatan (v. 13); tapi penafsiran berikutnya
adalah Firaun akan lift up your head (yissa et rosheka) from you,
artinya, menghukum mati. Hal ini menggabungkan dua penafsiran bersamaan melalui
pengulangan kata, tapi bermain pada arti yang berbeda untuk menunjukan
perbedaan. Maksudnya seperti menjadi sebagian dari bukti kemampuan Yusuf
menafsirkan mimpi yang kelihatannya sama tapi memiliki arti yang berbeda.
3. Repetisi. Seharusnya sudah jelas,
diinti pelajaran mengenai tekstur ada repetisi kata-kata penting yang ada dalam
cerita, mazmur, atau nubuat. Ini bisa diulangi dalam pengertian yang sama,
memberi arahan pada struktur, atau diulangi dalam pengertian yang berbeda.
Sebagai contoh, dalam cerita mimpi Yusuf tentang masa depannya (Genesis
37:1-11), tiga kali teks ini menjelaskan kalau saudara-saudaranya membenci dia
(wayyisneudalam ayat 4; dan wayyosipu od seno dalam
ayat 5 dan 8). Repetisi ini mengarahkan ekspositor kemaksud dari episode
tersebut. Secara tidak disengaja, antonym dari kata kerja ini, ahab, kelihatannya
mengarahkan kebencian, karena bagian itu dimulai dengan menyatakan kalau Yakub
lebih mengasihi Yusuf daripada anak-anaknya yang lain.
Jika repetisi muncul
diantar bagian, maka suatu jahitan muncul dimana naratornya ingin pembacanya
melacak hubungan itu. Suatu analisa dari kitab Mazmur menunjukan hal ini ini
merupakan bagian dari pola pengaturan (seperti yang akan dibahas dalam
pelajaran ini). Tapi dalam cerita, salah satu contoh jelas ada dalam cerita
mengenai Yusuf. Saudara-saudara Yusuf membencinya dan tidak bisa berbicara
damai (leshalom) padanya (37:4); tapi kemudian bagian berikut
dimulai dengan Yakub mengirim Yusuf menemukan keadaan baik (shelom)
saudara-saudaranya. Penulisa ini telah mempersiapkan pembacanya akan kegagalan
misi ini melalui repetisi kata.
Terkadang repetisi
memakai suatu belitan ironis. Pada Kejadian 12:10-20 kita melihat cerita
mengenai penipuan Abram mengenai istrinya Sarai. Pada ayat 13 dia menyuruh istrinya
mengatakan kalau dia adalah saudaranya, in order that it might go well /agar
dia selamat (yitab) melalui perkataan istrinya. Tapi saat istrinya
diambil darinya, teks itu berkata kalau Firaun treated him well/
memperlakukannya dengan baik (hetib), memberinya berbagai macam benda
sebagai semacam mas kawin. Repetisi ironis dari kata kerja yatabmenunjukan
kalau rencananya menjadi bumerang.
4. Allusion
dan Foreshadowing. Melalui pemilihan kata yang hati-hati penulis bisa merujuk pada
peristiwa sebelumnya (allusions), atau mengantisipasi peristiwa dimasa depan
dari sudut pandang teks itu (foreshadowing). Allusion bisa dipengaruhi hanya
dengan menggunakan satu kata yang sudah dikenal dengan baik dari konteks
lainnya. Pemazmur, para nabi, dan narrator semuanya menggunakan allusions.
Pengidentifikasian allusions dibutuhkan agar pembaca atau pendengar bisa
terbiasa dengan yang dirujuk. Sebagai contoh, dalam Keluaran 1:7 teksnya
mengatakan betapa orang Israel beranak cucu dibawah penindasan Mesir: the
Israelites were fruitful (paru) and increased abundantly (wayyisresu),
and multiplied (wayyirbu) and became very, very mighty (wayyaatsmu
bimod meod). Kata-kata yang digunakan disini diambil dari
Kejadian 1:28 dan 1:20, perintah untuk be fruitful dan multiply, dan perintah
kalau bumi swarm dengan mahluk-mahluk hidup. Maksud dari allusion adalah untuk
menunjukan kalau rencana Tuhan bagi ciptaan sedang dikembangkan dalam
pembentukan ciptaan baru, Israel.
Cerita dalam Kejadian
12:10-20 adalah contoh yang baik dari foreshadowing dalam seni cerita. Menurut
penjelasannya, terjadi bencana diwilayah itu, Abram pergi ke Mesir, dia
menghadapi kemungkinan pria dibunuh dan wanita diambil, istrinya ditawan, TUHAN
menyelamatkan mereka dari bencana, Firaun memanggil Abram, dan membiarkan
mereka keluar, dan mereka keluar dari Mesir dengan kekayaan. Semua hal ini
memiliki paralelnya dalam pengalaman penawanan dan keluarnya Israel dari Mesir,
sampai penggunaan kata-kata yang identik. Kelihatannya Kejadian 12:10-20
ditulis dengan peristiwa dimasa depan sudah ada dipikiran; dengan kata lain,
penulis, telah mengetahui pengalaman sebelumnya (siapa lagi yang lebih
mengetahuinya selain Musa?), memilih cerita leluhur dimasa lalu menjadi latar
belakang pengalaman Israel di Mesir tapi sama sekali tidak mengarang cerita.
Dia melakukan itu untuk menunjukan kalau pengalaman sebelumnya merupakan suatu
pertanda dari pengalaman Israel, menunjukan kalau Tuhan akan menyelamatkan
mereka.
5. Notional
Features.15 Sekarang kita harus melihat penggunaan notional features
didalam kalimat-kalimat suatu cerita. Disini kita tertarik melihat latar
belakang, rujukan, tindakan, dan ide saat semua itu muncul dalam teks. Hal ini
membutuhkan penelitian gramatikal, kosa kata, struktur kalimat, dan pengaturan
paragraph. Analisa ini penting karena seringkali ekspositor tidak tahu apa yang
ditekankan oleh cerita, terutama jika itu merupakan suatu cerita yang panjang
dan berkembang. Prosedur berikut bisa membantu.
Langkah pertama
adalah mendaftar setiap mahluk, objek dan tempat yang disebutkan dalam
cerita (disebut referential taxonomy). Segala hal yang memainkan peran
dalam cerita, sehingga tidak ada yang dikeluarkan.
Langkah kedua
adalah mendaftarkan setiap cara dimana suatu mahluk, objek atau tempat
dirujukdisepanjang teks. Suatu pelajaran mengenai referential variants
biasanya untuk menyatakan petunjuk mengenai gaya penulis dan berguna dalam
menentukan tema suatu bagian. Sebagai contoh, dalam Kejadian 4 Habel dirujuk
tujuh kali dengan Habel dan tujuh kali dengan saudaranya [Kain], penekanan
lebih lanjut adalah pembunuhan itu adalah dosa terhadap saudaranya.
Langkah ketiga
adalah menentukan apa yang sering digunakan dalam cerita itu (maksudnya,
analisa materi secara statistik). Disini anda akan membedakan fungsi dari
rujukan dalam tata bahasa. Apakah rujukan itu digunakan dalam struktur kalimat
utama dari cerita, atau dalam subordinate clauses, atau dalam kutipan? Langkah
ini bisa ditentukan oleh hal ini, karena subjek dari suatu kalimat lebih
penting daripada objek (jadi Kain lebih penting bagi cerita itu daripada
Habel), rujukan yang secara eksplisit disebutkan lebih penting daripada yang
dirujuk melalui suatu suffix atau suatu pronoun, dan rujukan dalam suatu
kalimat non-quotative lebih penting bagi struktur cerita daripada rujukan dalam
kutipan. Hal ini dilakukan agar eksegetor belajar siapa atau apa yang dianggap
penulis sebagai karakter yang terpenting) atau item dalam cerita.
Langkah keempat
adalah membuat suatu ringkasan dari line-event statement dalam
teks. Artinya memetik dari teks seluruh pernyataan yang memajukan cerita dalam
tindakan dan waktu serta menyatakan kembali semua itu dalam satu daftar
terpisah secara berurut sesuai diperkenalkannya mereka kedalam teks (terkadang
sentence diagramming bisa dipakai). Beberapa hal secara otomatis dikeluarkan
disini: Petunjuk mengenai peristiwa sebelumnya, materi pendukung atau penjelas,
materi non-kejadian seperti proposisi keberadaan dan pernyataan proyeksi atau
peristiwa yang tidak terwujud, dan komentar narrator. Sekarang anda harus
berhati-hati, karena urutan cerita dalam Ibrani, dibentuk dengan berderet-deret
dan preterite, tidak selalu digunakan untuk membawa garis cerita kedepan; hal
ini bisa menjadi subordinated preterite lainnya. Sebagai contoh, Kejadian 3:6
seharusnya diterjemahkan, When she saw (wattere) she took (wattiqakh).
Langkah kelima
adalah petakan kata-kata kerja dari cerita. Cocokan kata kerja
dengan subjeknya untuk melihat subjek apa yang paling dinamis dalam cerita.
Sebagai contoh, dalam Kejadian 1:1 - 2:3 Tuhan adalah subjek dari kata kerja to
say, to see, to create, to name, to make, to bless, to separate, to rest, to
place, to finish, dan to sanctify. Tidak ada subjek lain yang memiliki kata
kerja sebanyak ini. Tuhan jelas menjadi tema utama dari cerita. Hal ini akan
menjadi jelas disetiap pembacaan pasal ini; saya hanya menggunakan satu pasal
yang jelas sekali memperlihatkan bagaimana cara kerjanya sehingga bisa
diterapkan kepasal lainnya, yang kurang jelas.
Langkah keenam
adalah temukan rujukan tematik dalam cerita. Rujukan tematik adalah
karakter atau item yang dirujuk lebih dari satu episode dan merupakan subjek
dari setidaknya satu baris peristiwa kata kerja. Sebagai contoh, dalam Kejadian
4 Habel merupakan rujukan tematik. Dia merupakan subjek dari kata kerja brought
dalam ayat 4, tapi diluar dari kenyataan hanya dia yang dirujuk, atau subjek
dari suatu stative verb.
Terakhir, seluruh
materi ini harus dikorelasikan dengan penemuan-penemuan dari penelitian
tentang repetisi dalam teks untuk menentukan tema. Pada cerita penciptaan
ada duabelas kata kerja atau struktur yang berpusat pada kata kerja diulangi
diseluruh cerita. Kata wayehi ken, and it was so,
yang sudah dikenal muncul sekali diepisode dua, dua kali diepisode tiga, sekali
diepisode empat, dan dua kali diepisode lima, tiga kali diepisode enam, dan
sekali diepisode tujuh. Membuat tabel dimana ide yang berpusat pada kata kerja diulangi
dipusatkan kita bisa menentukan penegasan tema cerita. Pada cerita penciptaan
hal ini ada diepisode enam, penciptaan manusia. Bahkan ekspresi yang diulang,
there was evening and there was morning, a first day, pada enam episode,
ditegaskan dalam episode keenam karena hanya disitu ada artikel yang digunakan
berhubungan dengan angka ordinal - the sixth day. Pada cerita penciptaan
episode enam menonjol karena memiliki delapan repetisi yang ditegaskan
didalamnya. Episode kedua terpenting adalah episode tiga. Episode ini penting
karena dalam struktur cerita, hari pertama berparalel dengan hari keempat, hari
kedua berparalel dengan hari kelimat, dan hari ketiga berparalel dengan hari
keenam, masing-masing memuncaki dua sisi perkembangan dari cerita untuk memperbaiki
kerusakan (days 1-3) dan kekosongan (days 4-6).
Tema yang ditegaskan
dari teks berkonsentrasi pada episode keenam. Hal ini tidak berarti kalau pasal
selanjutnya bersifat sekunder, atau ada dibawahnya; maksudnya, bahwa didalam
pengkalimatan tema bagi seluruh cerita kita perlu menfokuskan perhatian kita
pada panel itu. Dan hal itu juga diharapkan dari eksegesis seterusnya, karena
panel itu mencatat perintah terhadap umat manusia yang akan dikembangkan
diseluruh Pentateuch. Maka eksposisi akan berfokus pada Tuhan menciptakan umat
manusia dan perintahnya untuk beranak cucu dan mendominasi ciptaanNya yang
diberkati, dicipta dan dikuduskanNya.
6. Adegan. Jika kita sedang
menganalisa cerita dalam tulisan narasi, maka akan ada adegan dalam
perkembangan cerita. Hal ini lebih mudah dikenali melalui perubahan karakter,
perubahan latar belakang, atau perubahan tindakan. Tidak semua memiliki tanda
structural yang jelas seperti yang dimiliki cerita mengenai penciptaan, tapi
biasanya cukup jelas untuk mengenali adegan. Sebagai contoh, dalam cerita
Kejadian 27 kita memiliki adegan yang ditandai dengan jelas melalui perubahan
karakter: Ishak mengirim Esau berburu untuk mendapat berkat, Rebeka
mempersiapkan Yakub untuk penipuan, Yakub menipu Ishak untuk mendapatkan berkat.
Esau kembali untuk mendapatkan berkatnya dari Ishak, Rebeka menasihati Ishak
untuk mengirim Yakub sejauh mungkin, Ishak mengirim Yakub keluar dengan berkat
(27:1-28:9). Hal yang menarik dalam cerita ini adalah tidak lebih dari dua
orang dalam keluarga itu yang bersama dalam satu adegan. Adegan yang pertama
dan terakhir berparalel dimana Ishak mengirim keluar anaknya, dan pertama untuk
berburu dan akan diberkati, dan kedua dengan berkat itu. Pada pusat cerita ada
dua paralel adegan pemberkatan, pertama tentang Ishak memberkati Yakub tanpa
sadar, dan berikutnya mengenai Ishak memberikan Esau berkat yang lebih rendah.
Didalam suatu bagian seperti ini analisa subjek dan baris kata kerja utama akan
berbeda dari adegan ke adegan, tapi pola paralel antar adegan akan menunjukan
penekanan dari narator.
7. Bahasa
Puisi. Didalam
mempelajari narasi Ibrani penting untuk mengerti bahasa puisi yang digunakan
untuk menangkap maksud dramatisnya. Singkatnya, bahasa kiasan tinggi digunakan
untuk mengkomunikasikan maksudnya, karena penulis berusaha membuat pembacanya
hidup dalam imajinasi cerita itu. Ada saatnya bahasa itu terlihat rahasia
karena cukup begitu saja dikatakn untuk menyatakan maksud, dan sisanya
diserahkan kepada pembaca untuk diimajinasikan. Perhatikan pernyataan klasik
dalam Kejadian 31:2: And Jacob saw the countenance of Laban, and indeed it was
not toward him as before. Ada saatnya kita menemukan ekspresi seperti the voice
of the blood of your brother cries out from the ground (Gen. 4:10), dan sin is
couching at the door (Gen. 4:7), dan Why has your face fallen? (Gen. 4:6).
Bahasa kiasan seperti itu menghidupkan narasi dalam imajinasi dan ingatan
pembaca. Saya menggunakan contoh-contoh ini untuk menunjukan apa yang sering
disebut tulisan narasi juga penuh dengan kiasan. Anda perlu menguasai keahlian
mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menafsirkan kiasan untuk mengerjakan
bagian Alkitab manapun.
Kritik Genre
Kualifikasi
Bersama dengan Kritik
Bentuk sehingga para sarjana Alkitab disadarkan terhadap bentuk penulisan
berbeda yang digunakan dalam Alkitab. Mempelajari struktur dan komposisi suatu
tulisan, kritik bentuk bisa memisahkan tipe penulisan yang berbeda. Sekarang
ini genre telah menjadi penting dalam penyelidikan tulisan dimana sarjana
Alkitab sering menggunakan genre dalam menafsirkan teksnya.
Sayangnya, dalam
prakteknya, identifikasi bentuk digunakan oleh beberapa kritik untuk menjawab
pertanyaan mengenai historitas. Bagi Gundry, mengidentifikasi cerita Orang
Bijak dalam Matius dimana midrash Yahudi berakhir dengan pertanyaan apakah
orang majus itu memang ada. Bagi Leslie Allen, mengidentifikasi Yunus sebagai
perumpamaan menyingkirkan perlunya menemukan hubungan histories dengan Niniwe
atau mempertahankan episode dengan ikan. Pada kedua kasus kita akan mengatakan
jangan terburu-buru. Pertama, ada pertanyaan penting mengenai kriteria yang
mereka gunakan dalam mengidentifikasi genrenya, karena kita tahu bentuk yang
dimiliki midrash dan perumpamaan dan cerita diatas tidak masuk kedalam kriteria
mereka. Kedua, klasifikasi suatu genre tidak berarti peristiwa itu tidak
terjadi. Jika Orang Bijak adalah suatu midrash, penceritaan cerita dalam bentuk
itu akan memiliki tujuan menyatakan beberapa peristiwa atau teks. Jadi
penggunaan penelitian mengenai genre masih dipertanyakan.
Penelitian Genre
penting untuk eksegesis lengkap dari teks, tapi ada beberapa persyaratan.
Pertama, anda harus tahu kalau adanya banyak perdebatan mengenai apa itu genre
yang sebenarnya, dan apakah itu bisa diidentifikasi dengan benar, apakah itu
memang sangat membantu.
Kedua, genre berkaitan
dengan bentuk penulisa dan tidak bisa digunakan untuk menentukan historitas.
Sebagai contoh, suatu essay bisa merupakan fakta atau fiksi. Suatu drama bisa
histories atau non-historis. Alegori bisa menggunakan peristiwa nyata atau
fiksi. Hanya saat genre secara spesifik membatasi natur dari materi dia bisa
berbicara mengenai masalah historitas, tapi pembatasan itu berasal dari
substansi materi, bukan dari bentuk itu sendiri (sebagai contoh, dongeng).
Suatu cerita adalah cerita; bisa mengenai William the Conqueror atau St, George
and the Dragon.
Ketiga, penentuan
genre melibatkan logika sikular. Kita menggunakan genre untuk menentukan
penafsiran dari suatu bagian, tapi kita menggunakan eksegesis dari bagian itu
untuk mengidentifikasi genre. Tapi ada checks and balances, jika kita dengan
hati-hati menggunakannya, bisa sampai pada kesimpulan yang akurat. Bagaimanapun
juga, jika seorang penulis mengklasifikasi suatu bagian menurut genre tertentu,
tapi harus menghapus atau mengabaikan bagian tertentu dalam cerita yang tidak
sesuai dengan genrenya, atau mengabaikan bentuk-bentuk dari genre, maka
klasifikasinya harus ditolak. Sebagai contoh, Yusuf sering diklasifikasikan
sebagai seorang pahlawan, dan cerita Yusuf adalah tulisan mengenai
kepahlawanan. Tapi Yusuf tidak pernah mempertaruhkan segalanya dalam suatu
tindakan heroik yang menjadi salah satu bentuk dari tulisan kepahlawanan.
Sebaliknya, cerita Yakub masuk kedalam pola komedi (dalam pengertian Yunani), terutama
berkaitan dengan penipuan yang Yakub lakukan, tapi berakhir dengan baik pada
akhirnya. Atau, jika penulis itu berusaha mengidentifikasi suatu genre tanpa
contoh lain dari genre itu, seluruh klasifikasi dipertanyakan. Sebagai contoh,
Westermann didalam tafsiran Kejadiannya mengatakan kalau Kejadian 29 adalah
sebuah cerita pengganti tua yang sudah umum didunia masa lalu. Tapi dia tidak
memberi contoh dan tidak ada petunjuk terhadap pernyataannya.
Keempat, kita tidak
selalu bisa mengklasifikasikan suatu bagian menurut genrenya, apakah itu sebuah
mazmur atau narasi. Kita bisa menggambarkan apa kira-kira bentuk dan fungsi
dari bagian itu, dan memberi nama, tapi tanpa bisa menemukan paralelnya kita
tidak bisa benar-benar memiliki suatu tipe tulisan.
Dan kelimat,
mempelajari bentuk harusnya berkaitan dengan fungsi. Itu maksud utama dari
genre. Jika kita memiliki suatu narasi Alkitab yang masuk kedalam bentuk
tertentu, maka bentuk itu akan membawa hal yang ada diluar laporan yang telah
terjadi dalam narasi itu-hal itu menangkap elemen pengajaran dalam cerita
tersebut. Kita bisa berulang-ulang membaca cerita tentang pemeliharaan dipadang
belantara dalam kitab Keluaran dan Bilangan; tipe cerita ini dengan struktur
dan motifnya yang mirip mempersiapkan pembaca melihat pesannya. Anda akan
menemukan kalau lebih mudah mengidentifikasi bentuk dan fungsi dari perbedaan
tipe mazmur dari pada narasi. Tapi beberapa contoh yang membantu bisa ditemukan
dalam G. Herbert Livingston, The Pentateuch in Its Cultural Environment (Grand
Rapids: Baker, 1974).
Klasifikasi
Setiap orang yang
membaca Perjanjian Lama sadar akan adanya Puisi, Nubuat, Hukum, dan Narasi.
Klasifikasi ini mempersempit pembahasan, tapi tidak memberikan arahan tertentu
bagi eksegesis.
Bagi mazmur kita bisa
melihat perbedaan tipe: mazmur ratapan individu, mazmur ratapan nasional,
mazmur pujian deskriptif, mazmur pujian deklaratif, dan banyak lagi yang lain
(yang akan anda pelajari). Setiap klasifikasi memiliki suatu pola yang berbeda
tapi tidak pernah merupakan stereotype, dan terminology serta motif yang
berbeda. Bentuk yang umum digunakan biasanya menunjukan fungsi. Jika suatu
mazmur ratapan menulis tentang tangisan dari penderitaan fisik, maka kita bisa
mengidentifikasi tipe situasi dan fungsi dari doa itu. Atau, jika ada suatu
mazmur pujian karena menang dalam peperangan, kita bisa memastikan latar
belakang kehidupan Israel, dan bagaimana pujian itu berfungsi dalam ibadah
jemaat.
Sama juga dalam genre
tulisan lain kita memiliki tipe tertentu. Pada tulisan narasi ada perdebatan
besar mengenai tipe, tapi disini bukan tempatnya untuk membahas seluruh materi
itu. Tapi kategori seperti narasi, cerita (jika dipisahkan dari ide fiksi),
episode dan lainnya bisa sangat berguna, karena masing-masing memiliki
karakteristik yang berbeda. Suatu narasi seharusnya memiliki ketegangan dimana
bagian itu menelusuri peristiwanya sampai kepada suatu resolusi. Jika narasi
itu merupakan bagian dari suatu cerita yang self-contained, seperti cerita
Yusuf, atau kitab Rut, maka cerita lengkapnya akan memiliki suatu plot seperti
itu. Ada juga unit yang lebih kecil: genealogi, laporan kelahiran, laporan
pemakaman, itinerary, pengembaraan dipadang belantara, narasi pidato, dan
lainnya. Bahkan didalam tipe genealogi kita menemukan sub-categories: vertical
genealogies dan horizontal genealogies. Yang pertama melacak garis keturunan
(Genesis 5 and 11), dan yang kedua melacak bangsa-bangsa keturunan
(Genesis 10). Mereka jelas memiliki struktur dan fungsi yang berbeda.
Saat anda menelusuri
bagian itu, anda akan berjumpa dengan pembahasan mengenai genre masing-masing
bagian. Beberapa pembahasan akan menolong, dan sebagian lagi tidak. Anda harus
mengevaluasi usulan-usulan itu, dan jika mereka ada dibawah penyelidikan
seksama, maka anda harus menentukan apakah mereka bisa membantu eksegesis.
Sebagai contoh, kebanyakan pelajar Alkitab mengetahui tentang perbandingan
Hittite suzerainty treaties dan Israels Sinaitic covenant, terutama
Decaloguenya. Penggunaan genre ini memberi kita pengertian dan penghargaan
terhadap teks tersebut. Sebaliknya, klasifikasi dari cerita penciptaan sebagai
suatu mitos, sama seperti mitologi Timur Dekat kuno lainnya, sangat bermasalah.
Hal itu mengharuskan kita mengerti apa mitos itu sebenarnya, dan yang
dilakukannya dan disini ada beberapa kesulitan besar. Walau kita mau mengakui
kalau Kejadian 1:1 - 2:3 terutama sekali suatu perjanjian teologis, masalah
kebenaran menjadi pusat pembahasannya. Hal yang sama bisa terjadi dengan cerita
Air Bah. Walau banyak yang ingin memperlakukannya sebagai mitos, sebagian dari
kita tetap bertanya apakah memang ada air bah, kejatuhan, atau menara Babel.
Jika klasifikasi sebagai mitos digunakan untuk mengesampingkan
pertanyaan-pertanyaan itu, atau membuat penolakan terhadap fakta Alkitab bisa
diterima, maka klasifikasi mitos tersebut tidak memuaskan.
Harus dikatakan bahwa
suatu bagian bisa dimengerti diluar klasifikasi genre; tapi dalam banyak kasus
ada hal tertentu yang bisa menambah pengertian kita akan teks. Sebagai contoh,
Mikah 1:10-16 telah diklasifikasikan sebagai sebuah Klagelied,
suatu nyanyian pemakaman terhadap kota-kota di Shephelah (lowlands). Ini
dikarakterisasikan oleh pengumuman kehancuran akibat invasi terhadap kota-kota
ini, masing-masing kota menerima satu permainan kata pada namanya untuk
menunjukan kalau itu merupakan pertanda. Ini ditulis dalam suatu ukuran yang
menandai kalau lagu-lagu itu, dan permainan kata pada nama-nama kota memiliki
kekuatan pengingat bagi pendengar sehingga tidak pernah bisa dilupakan. Sebuah
paralelnya adalah Yesaya 10:27-34. Menuliskan mengenai invasi yang sama, tapi
berkonsentrasi pada bagian utara yang berasal dari gunung sampai ke Yerusalem.
Ini juga bermain pada nama kota dengan permainan kata yang jelas, menunjukan
kalau nama-nama itu sendiri berbicara mengenai invasi. Sekarang, didalam
membaca Alkitab kita bisa belajar kalau ada invasi yang akan datang dan
kota-kota akan dihancurkan. Tapi dengan menganalisa genre melalui perbedaan
bentuk kita menangkap kekuatan cara pengekspresian ini, dan kemudahan mengingat
melalui perbedaan bentuk dari lagu kematian ini. Tidak ada bagian lain dalam
Alkitab yang berbentuk sama seperti kedua ini, walau para nabi berulang kali
bermain pada arti dari nama.
Kesimpulan
Tulisan dalam bagian
ini secara singkat telah membuka pembahasan mengenai kritik retoris dan genre.
Sekarang sudah jelas kalau Alkitab adalah suatu seni tulis, histories dan
kebenaran teologis. Para penulis menggunakan seluruh aturan dalam menformulasi
dan mengekspresikan pesan mereka. Tapi seni tulis ini tidak hanya ornamental
semata; hal ini menjadi bagian dari arti keseluruhan teks, dan harus dimasukan
dalam eksegesis dan eksposisi dari teks tersebut.
1 Ini merupakan salah satu penekanan dari kritik kanonikal; lihat
Brevard S. Childs, Introduction to the Old Testament Scriptures (Philadelphia:
Fortress Press, 1979).
3 Tulisan yang sangat membantu: lihat J. P. Fokkelman, Narrative
Art in Genesis and Narrative Art and Poetry in the Books of Samuel: King David;
John Barton, Reading the Old Testament: Method in Biblical Study; and John H.
Patton, Rhetoric and Biblical Criticism, QJS 66 (1980):327-337.
4 Setiap penulis menekankan aspeknya masing-masing dalam analisa
tulisa. Sebagai contoh, lihat S. Bar-Efrat, Some Observations on the Analysis
of Structure in Biblical Narrative, VT 30 (1980):154-173; Mary Savage, Literary
Criticism and Biblical Studies: A Rhetorical Analysis of the Joseph Narratives,
in Scripture in Context, edited by Carl D. Evans, William H. Hallo, and John B.
White (Pittsburgh: The Pickwick Press, 1980); and Roy F. Melugin, Muilenberg,
Form Criticism and Theological Exegesis, in Encounter with the Text, edited by
Martin J. Buss (Philadelphia: Fortress Press, 1979).
5 Untuk pendahuluan yang baik, lihat Robert Alter, The Art of
Biblical Narrative (New York: Schocken Books, 1979).
6 Lihat Michael Fishbane, Text and Texture: Close Readings of
Selected Biblical Texts (New York: Schocken Books, 1979).
7 Lihat Michael Fishbane, Text and Texture: Close Readings of
Selected Biblical Texts (New York: Schocken Books, 1979).For samples of
writings of literary scholars, see Kenneth R. R. Gros Louis, ed., Literary
Interpretations of Biblical Narratives (Nashville: Abingdon, 1974).
9 Karya dari Phyllis Trible, Texts of Terror (Philadelphia:
Fortress Press, 1984), bisa menggambarkan hal ini. Trible memiliki pengertian
yang sangat baik dari teks bagian tertentu, tapi sangat sedikit berusaha
mengartikulasikan arti dari unit itu diluar penggunaannya dalam mempelajari
wanita yang terancam (yang, untuk adilnya, merupakan tujuannya).
10 Jika anda ingin melihat masalah Kejadian 1-11 dibahas, lihat
Walter C. Kaiser, The Literary Form of Genesis 1-11, in New Perspectives
on the Old Testament, edited by J. Barton Payne (Waco, TX: Word Books, 1970),
pp. 48-65.
11 Tapi kita harus ingat kalau Tawarik adalah tulisan tambahan bagi
kitab Samuel dan Raja-raja, maka itu tidak ada usaha untuk menutupi dosa Daud,
karena pembaca dapat melihatnya ditempat lain. Tawarik memiliki tujuannya
sendiri, dan itu tidak membutuhkan cerita itu diulangi lagi.
12 Itu bukan iman yang naif yang membawa kepada pandangan kalau
semua peristiwa itu muncul, tapi suatu konsistensi logis dalam penafsiran
Alkitab, demikian juga suatu penolakan terhadap dikeluarkannya materi secara
subjektif dan semena-mena oleh teolog modern hanya karena tidak cocok dengan
sistem atau pendekatannya.
13 Awalnya, lihat Kenneth Kitchen, Ancient Orient and Old Testament
(Chicago: InterVarsity Press, 1966), pp. 135-138.
14 Franz Delitzsch, A New Commentary on Genesis, translated by
Sophia Taylor (Edinburgh: T. & T. Clark, 1888), p. 238.
15 Saya berhutang banyak dalam bagian ini kepada Robert Bergen,
yang membaca suatu tulisan di regional Society of Biblical Literature in March,
1983, diberi judul, A Proposed Discourse Critical Methodology for Use with
Hebrew Narrative Material.