Membunuh Si Babi Buta

Majunya fasilitas komunikasi tidak serta merta membawa hasil yang baik pula. Sebagaimana term
umum bahwa hasil-hasil kemajuan teknologi amat di pengaruhi penggunanya. Bila penggunanya tidak baik dalam hal tujuan dan kematangan tentu sulit mengharapkan hasil yang baik pula. Tapi kali ini kita tidak berkotak pada perkara baik atau tidak baik, melainkan kematangan penggunanya.

Pernah dengar kalimat "Anak kalau baru belajar karate pembawaannya mau berantem terus"? Syukur kalau sudah pernah dengar, kalau belum setidaknya anda sudah pernah karena baru saja saya menuliskannya. Kalimat diatas biasanya muncul sebagai komentar atas perkara kepercayaan diri seseorang atau penguasaan atas sesuatu yang ditonjolkan pada orang lain, namun menjadi masalah karena ketidaktepatan bagaimana apa dan kapan kemampuan itu harus digunakan. Pokoknya segala masalah bisa diselesaikan dengan jurus dan pukulan, titik! Membabi-buta!

Kalimat itu juga bicara disisi yang berlawanan, suatu isi tentang kematangan. Jika kita melihat seorang guru beladiri pembawaannya tidak menampakkan bahwa dia menguasai ilmu beladiri yang mendalam, nampak biasa saja seperti orang pada umumnya. Mengapa? Karena ia telah matang, meski tidak dipungkiri pada awal belajar beladiri mungkin juga sama saja kelakuannya. Semakin memahami ia menjauhkan diri dari pertarungan sia-sia, ia tahu kapan harus memukul, ia tahu bagaimana mengalahkan musuh dengan cepat. Inilah penguasaan, kematangan dalam menggunakan dan mengendalikan.

Kecenderungan membabi-buta pada masa awal penguasaan sesungguhnya bisa dimaklumi, tapi semestinya bisa dihindari seiring makin memperdalam kemampuan itu. Tapi bagaimana cara mematikan pembawaan berangasan itu? Satu aspek yang ingin saya utarakan disini adalah menghindari pertarungan yang tidak perlu, bahwa kemampuan kita terlalu berharga untuk diumbar-umbar.

Ada beberapa langkah yang kini tengah saya coba lakukan untuk membunuh si babi-buta ini:
1. Menjauhkan alat-alat komunikasi dari jangkauan. Untuk menghindari kesempatan membabi-buta, karena perlu disadari tindakan berangasan ini hanya bisa terjadi jika ada kesempatan.
2. Menghapus beberapa aplikasi komunikasi yang tidak sungguh-sungguh vital.
3. Menyiapkan materi komunikasi sebelum melakukan komunikasi. Ini lebih pada mematangkan diri dan kesiapan, upaya memahami masalah lebih baik.

Saya tidak tahu apakah saya akan berhasil karena saya belum menjadi guru dan tidak belajar sungguh-sungguh. Anda mungkin lebih baik dari saya, atau sama-sama tengah berjuang membunuh si babi-buta.
.

Postingan populer dari blog ini

A Servant's Letter

Ibadah Sepanjang Usia (Dorothea Rosa Herliany)